OSMOREGULASI
Penentuan
Toleransi Salinitas Optimum Media Melalui Pengukuran Tingkat Penurunan Bobot
Tubuh Organisme Akuatik
Osmoregulation
(Determination
of the Optimum Salinity Tolerance of Media Measurement Through Rate Decreased
Body Weights Aquatic Organisms )
Sunarni (C14120075)*
Manajemen
Sumberdaya Perairan
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut
Pertanian Bogor
2014
Abstrak
Perbedaan
salinitas (tekanan osmotik) lingkungan dengan tubuh ikan menyebabkan ikan harus
melakukan pengaturan tekanan osmotik agar tetap dalam kondisi stabil sehingga
proses fisiologisnya tidak terganggu. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
dan membuktikan pengaruh salinitas terhadap biota akuatik serta mengetahui dosis
yang mematikan bagi organisme akuatik. Metode yang digunakan yaitu dengan
Rancangan acak lengkap. Berdasarkan hasil yang di dapatkan, diketahui bahwa
ikan nila tidak dapat hidup pada salinitas 28 ppt. Salinitas yang berbeda
mempengaruhi tingkah laku dan kondisi ikan baik dari metabolisme maupun
pertumbuhan. Salinitas yang optimum untuk ikan air tawar yaitu 25-30 ppt.
Kata
kunci : salinitas, tekanan osmotik, ikan nila
Abstract
Differences
in salinity (the osmotic pressure) environment with the body of the fish caused
the fish to make arrangements to remain in the osmotic pressure condition is
stable so that the fisiologisnya process is not interrupted. Practical aims to
acknowledge and attest to the influence of salinity on aquatic biota as well as
knowing a lethal dose to aquatic organisms. The methods used by a random Draft.
Based on the results obtained, it is known that fish can not live at Indigo
salinity 28 ppt. Salinity affects different behavior and condition of fish
metabolism and growth. The optimum salinity for freshwater fish that is 25-30
ppt.
Keywords:
salinity, osmotic pressure, fish tilapia
PENDAHULUAN
Ikan
merupakan hewan yang berdarah dingin (poikilotermik) yang hidup di air dan
bernapas dengan insang. Organisme akuatik dalam hal ini ikan, hidup pada
lingkungan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Kondisi lingkungan
yang berubah-ubah akan mempengaruhi kehidupan organisme. Organisme akuatik
harus merespon perubahan lingkungan tersebut agar dapat bertahan hidup.
Salah
satu kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan yaitu tingkat
salinitas perairan. Perbedaan salinitas (tekanan osmotik) lingkungan dengan
tubuh ikan menyebabkan ikan harus melakukan pengaturan tekanan osmotik agar
tetap dalam kondisi stabil sehingga proses fisiologisnya tidak terganggu. Pengaturan
tekanan osmotik bergantung pada besarnya perbedaan tekanan osmotik antara
lingkungan dengan tubuhnya. ada beberapa organ yang terlibat dalam proses
pengaturan tekanan osmotik, diantaranya kulit, ginjal, insang dan saluran
pencernaan.
Osmoregulasi
sangat penting dilakukan oleh organisme akuatik karena untuk menjaga substansi
tubuh dan lingkungan, membran sel permeable merupakan tempat lewatnya beberapa
substansi yang bergerak cepat dan karena perbedaan tekanan osmosis antara
cairan tubuh dan lingkungan (Nugroho 2013).
Ikan
nila merupakan sumber protein hewani. Konsumsi protein penduduk indonesia
termasuk masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Di luar negri,
tingkat konsumsi protein sudah tinggi, misalnya Filipina rata-rata 6,5
g/kapita/hari, Thailand 8,04 g, malaysia 13,93 g, dan jepang 70 g/kapita/hari
(Rukmana 2012). Mengingat indonesia termasuk negara yang kaya akan sumber,
diharapkan dengan mempelajari osmoregulasi dapat meningkatkan produktifitas
ikan dengan cara budidaya.
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh salinitas terhadap
biota akuatik serta mengetahui dosis yang mematikan bagi organisme akuatik.
METODOLOGI
Waktu
dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari
Kamis tanggal 6 Maret 2014 sampai 7 Maret 2014, pukul 15.00 WIB di laboratorium
Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam
praktikum yaitu akuarium, aerator, ember, gayung, timbangan digital, lap/tissue, botol cup. Bahan-bahan yang
digunakan yaitu ikan Nila (Orechromis
niloticus), ikan Mas (Cyprinus carpio),
garam dan air.
Rancangan Percobaan
Rancangan acak faktorial (RAF) adalah
suatu rancangan percobaan mengenai
sekumpulan perlakuan yang terdiri atas semua kombinasi yang mungkin dari taraf
beberapa faktor (Pratisto 2005). Dalam praktikum ini yaitu rancangan percobaan
acak faktorial dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan jenis ikan yang berbeda
yaitu ikan nila dan ikan mas. lima perlakuan salinitas tersebut adalah
perlakuan kontrol, 7 ppt, 14 ppt, 21 ppt dan 28 ppt. Pengamatan dilakukan pukul
08.00 WIB, 12.00 WIB dan 15.00 WIB.
Prosedur
Kerja
Lima
buah akuarium disiapkan sebagai uji coba. Akuarium satu untuk kontrol, akuarium
2, 3 dan 4 untuk perlakuan salinitas berbeda. Perlakuan salinitas digunakan dosis
garam 7 ppt, 14 ppt, 21 ppt dan 28 ppt. Masing-masing akuarium diisi air 10
liter dan dilabeli dengan berbagai tingkat dosis yang berbeda. Aerator disiapkan
pada masing-masing akuarium. Garam dimasukkan ke dalam akuarium. Tiga ekor ikan
dimasukkan pada masing-masing akuarium namun ikan tersebut ditimbang terlebih
dahulu. Setiap 10 menit selama 1 jam ikan yang mati dan tingkah laku ikan dicatat.
Pengamatan dilakukan pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 15.00 WIB Pada akhir
praktikum masing-masing ikan dalam akuarium ditimbang bobot akhirnya.
Analisis
Data
Analisis
data yang digunakan adalah sebagai berikut:
Model
observasi:
Yijk=
µ+τi+ᵦj+ (αᵦ)ij+εijk
Dimana
i = 1,2,3.....
j =
1,2,3...
k =
1,2,3..
Keterangan
:
Yijk=
nilai pengurutan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan
ij (taraf i di faktor a dan taraf j difaktor b)
µ
= rataan umum populasi
τi
= pengaruh aditif taraf ke-i di faktor a
ᵦj
= pengaruh aditif taraf ke-j di faktor b
εijk
= galat dari satuan perlakuan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij
(αᵦ)ij
= interaksi antara faktor a dan b
Asumsi:
1.
εijk
N
2.
pengaruh perlakuan τi bersifat tetap
3.
komponen µ, τi, ᵦj, (αᵦ)ij
, εijk bersifat aditif
4.
ada interaksi antara faktor a dan b
Hipotesis
1.
Untuk
faktor a
Ho = salinitas tidak
mempengaruhi bobot ikan
H1 = salinitas mempengaruhi
bobot ikan atau minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi bobot ikan.
2.
Untuk
faktor b
Ho = jenis ikan tidak mempengaruhi bobot ikan
H1 = jenis ikan mempengaruhi
bobot ikan atau minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi bobot ikan.
3.
Interaksi
Ho = (αᵦ)ij
= 0
H1 = minimal ada
satu (αᵦ)ij ≠ 0
Rumus
tingkat kematian
Rumus
tingkat hidup
Keterangan :
MR =
Mortalitas (%)
SR =
Sintasan (%)
Nt =
Jumlah ikan akhir
No =
Jumlah ikan awal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perubahan bobot akibat
salinitas yang berbeda dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel
1
Perubahan bobot (∆W) ikan nila (Oreochromis
niloticus) dan ikan mas (Cyprinus
carpio) terhadap perlakuan salinitas
Jenis ikan
|
Per-
lakuan
|
Kontrol
|
7 ppt
|
14 ppt
|
21 ppt
|
28 ppt
|
|
1
|
0,59
|
0,64
|
0,09
|
1,33
|
0,14
|
|
2
|
0,19
|
0,64
|
1,36
|
0,86
|
2,63
|
Nila
|
3
|
2,76
|
0,46
|
1,52
|
0,51
|
0,74
|
|
4
|
13,72
|
1,72
|
10,81
|
10,43
|
6,64
|
|
5
|
0,53
|
0,08
|
1,46
|
1,13
|
2,22
|
|
1
|
0,01
|
0,98
|
0,98
|
1,06
|
0,98
|
|
2
|
1,25
|
1,12
|
1,66
|
1,65
|
0,94
|
Mas
|
3
|
0,23
|
0,07
|
0,05
|
0,09
|
0,05
|
|
4
|
0,30
|
0,33
|
1,20
|
0,98
|
0,57
|
|
5
|
0,57
|
0,57
|
1,23
|
1,47
|
1,31
|
Berdasarkan
hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa ikan nila pada perlakuan kontrol
memiliki perubahan bobot terbesar pada ulangan ke-4. Perlakuan salinitas dengan
7 ppt, perlakuan salinitas dengan 14 ppt, perlakuan salinitas dengan 21 ppt dan
perlakuan salinitas dengan 28 ppt juga memiliki perubahan bobot terbesar yaitu
pada ulangan ke-4.
Berdasarkan
hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa pada perlakuan kontrol ikan mas
memiliki perubahan bobot terbesar yaitu 1,25 yang terdapat pada ulangan ke-2,
perlakuan 7 ppt ikan mas mengalami perubahan bobot terbesar yaitu 1,12 yang
terdapat pada ulangan ke-2, perlakuan 14 ppt ikan mas memiliki perubahan bobot
terbesar yaitu 1,66 yang terdapat pada ulangan ke-2, perlakuan 21 ppt ikan mas
memiliki perubahan bobot tubuh 1,65 yang terdapat pada ulangan ke-2 dan perlakuan 28 ppt ikan
mas memiliki perubahan bobot terbesar yaitu 1,31 yang terdapat pada ulangan
ke-5.
Grafik
hubungan antara nilai perubahan bobot relatif (PBR) dengan salinitas yang
berbeda pada ikan Nila dapat dilihat dibawah ini.
Gambar
1. Grafik hubungan antara nilai PBR dengan salinitas yang berbeda pada ikan
nila (Oreochromis niloticus).
Berdasarkan
grafik diatas dapat diketahui bahwa salinitas mempengaruhi perubahan bobot
relatif. Salinitas yang tinggi mengakibatkan perubahan bobot relatifnya tinggi.
Osmoregulasi
yaitu proses pengaturan tekanan osmosis. Osmosis yaitu pergerakan air dari
cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi menuju ke cairan yang memiliki
kandungan air lebih rendah. Ikan melakukan osmoregulasi karena perubahan
keseimbangan jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan terjadinya
perubahan aliran air/zat terlarut menuju ke arah yang tidak diharapkan (Isnaini
2010).
Berdasarkan
data yang di dapatkan, diketahui bahwa
ikan nila tidak dapat hidup pada salinitas 28 ppt. Hal tersebut dapat
ditunjukkan dengan SR 0% dan MR 100% pada praktikum yang telah dilakukan.
Khairuman dan Amri (2003) mengatakan bahwa ikan nila dapat hidup di perairan
yang kadar garamnya 29‰. Namun, pada kenyatannya pada salinitas 28 ppt ikan
nila tidak dapat bertahan hidup. Di duga, spesies ikan nila yang berbeda
memiliki tingkat ketahanan yang berbeda pula terhadap salinitas.
Ikan
mas dapat hidup pada perairan yang mengandung kadar garamm dan salinitas
sekitar 25-30% (Bachtiar dan Tim 2012). Meskipun ikan mas dan ikan nila
merupakan ikan air tawar namun keduanya memiliki tingkat ketahanan yang berbeda
terhadap salinitas. Salinitas yang berbeda-beda juga mempengaruhi tingkah laku
ikan. Semakin tinggi garam dilingkungan maka garam cenderung masuk kedalam
tubuh ikan sehingga urinnya menjadi lebih pekat. Begitupun sebaliknya, jika kadar garam dalam
tubuh lebih tinggi, maka ikan cenderung menyerap air sehingga urinnya encer.
Tingkah laku ikan pada salinitas yang berbeda dapat dilihat pada tabel 3
(lampiran).
Kebanyakan
hewan invertebrata laut bersifat osmokonfomer, yaitu ditandai dengan adanya konsentrasi
osmotik cairan tubuhnya yang sama dengan air laut tempat mereka hidup. Hal ini
menunjukkan bahwa mereka dalam keseimbangan osmotik dengan lingkungannya. Akan
tetapi, bukan berarti mereka berada dalam keseimbangan ionik. Jadi, antara air
laut dan cairan di dalam tubuh hewan terdapat perbedaan komposisi ion, yang
akan mengahasilkan gradien konsentrasi (McCormick and Saunders 1987). Oleh karena itu, ikan memiliki peluang untuk
memperoleh masukan ion tertentu dari air laut, apabila konsentrasi ion tersebut
di laut lebih tinggi daripada di dalam tubuh, maka pemasukan ion tersebut akan
membuat cairan tubuh hewan menjadi hiperosmotik dibanding air laut, sehingga
air akan masuk dalam tubuh. Dengan cara tersebut hewan osmokonformer dapat
memeperoleh masukan berbagai zat yang dibutuhkannya.
Ikan
air tawar memiliki cairan tubuh dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dari
lingkungannya. Sehingga, ikan air tawar memiliki 2 masalah utama yaitu
kehilangan garam dan pemasukan air yang berlebihan. Untuk mengatasi hal
tersebut, ikan air tawar menyerap air dari lingkungannya dan insang secara
aktif memasukkan garam dari lingkungan ke tubuh. Ginjal akan memompa keluar
kelebihan air sebagai urin.
Vertebrata
dan invertebrata air tawar membatasi pemasukan air dengan cara membentuk
permukaan tubuh yang impermeabel terhadap air. Meski demikian, air dan ion
tetap dapat bergerak melewati insang yang relatif terbuka. Air yang masuk ke
dalam tubuh dikeluarkan dalam bentuk urin. Laju aliran urin pada hewan air
tawar jauh lebih tinggi dibanding dengan ikan air laut. Pengeluaran urin juga
menyebabkan pengeluaran ion. Oleh karena itu hewan perlu melakukan transpor
aktif untuk memasukkan ion ke dalam tubuhnya (Krogh et al. 2008).
Berdasarkan hasil perhitungan dengan
tabel anova two factor with replication
dapat diketahui bahwa jenis ikan memiliki pengaruh nyata terhadap perubahan
bobot relatif ikan, sedangkan perlakuan salinitas tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan bobot. Antara salinitas dan jenis ikan tidak ada interaksi
atau tidak ada hubungan untuk saling mempengaruhi.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa ikan nila dapat bertahan hidup
pada salinitas dibawah 28 ppt.
SARAN
Diharapkan
untuk praktikum selanjutnya, praktikum dapat berjalan lancar dan tepat waktu
sehingga praktikum dapat bermanfaat. Selain itu diperlukan kerja sama untuk
setiap kelompok agar praktikum berjalan dengan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Bachtiar
Yusuf dan Tim Lentera. 2012. Pembesaran
Ikan Mas di Kolam Pekarangan. Jakarta: AgroMedia
Isnaini
Wiwi. 2010. Fisiologi Hewan.
Yogyakarta : Kanisius
Khairuman
H dan Amri K. 2003. Budi Daya Ikan Nila.
Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka
Krogh et al. 2008. Teleost Fish
Osmoregulation. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 295: R704–R713
McCormick
and Saunders. 1987. Preparatory
Physiological Adaptations for Marine Life of Salmonids: Osmoregulation. Growth,
and Metabolism. American Fisheries
Society Symposium. 1.211-229
Nugroho.
2013. Osmoregulasi [terhubung berkala].http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2013/10/Osmoregulasi-Ikan.pdf
(12 maret 2014)
Pratisto
Aris. 2005. Cara Mudah Mengatasi Masalah
Statistik dan Rancangan percobaan dengan SPSS 12. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo
Rukmana
Rahmat. 2012. Ikan Nila, Budi Daya dan Prospek
Agribisnis. Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar