Selasa, 13 Mei 2014

OSMOREGULASI
 Penentuan Toleransi Salinitas Optimum Media Melalui Pengukuran Tingkat Penurunan Bobot Tubuh Organisme Akuatik
Osmoregulation
(Determination of the Optimum Salinity Tolerance of Media Measurement Through Rate Decreased Body Weights Aquatic Organisms )

Sunarni (C14120075)*

Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
2014

Abstrak
Perbedaan salinitas (tekanan osmotik) lingkungan dengan tubuh ikan menyebabkan ikan harus melakukan pengaturan tekanan osmotik agar tetap dalam kondisi stabil sehingga proses fisiologisnya tidak terganggu. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh salinitas terhadap biota akuatik serta mengetahui dosis yang mematikan bagi organisme akuatik. Metode yang digunakan yaitu dengan Rancangan acak lengkap. Berdasarkan hasil yang di dapatkan, diketahui bahwa ikan nila tidak dapat hidup pada salinitas 28 ppt. Salinitas yang berbeda mempengaruhi tingkah laku dan kondisi ikan baik dari metabolisme maupun pertumbuhan. Salinitas yang optimum untuk ikan air tawar yaitu 25-30 ppt.
Kata kunci : salinitas, tekanan osmotik, ikan nila

Abstract
Differences in salinity (the osmotic pressure) environment with the body of the fish caused the fish to make arrangements to remain in the osmotic pressure condition is stable so that the fisiologisnya process is not interrupted. Practical aims to acknowledge and attest to the influence of salinity on aquatic biota as well as knowing a lethal dose to aquatic organisms. The methods used by a random Draft. Based on the results obtained, it is known that fish can not live at Indigo salinity 28 ppt. Salinity affects different behavior and condition of fish metabolism and growth. The optimum salinity for freshwater fish that is 25-30 ppt.
Keywords: salinity, osmotic pressure, fish tilapia





PENDAHULUAN
Ikan merupakan hewan yang berdarah dingin (poikilotermik) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Organisme akuatik dalam hal ini ikan, hidup pada lingkungan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Kondisi lingkungan yang berubah-ubah akan mempengaruhi kehidupan organisme. Organisme akuatik harus merespon perubahan lingkungan tersebut agar dapat bertahan hidup.
Salah satu kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan yaitu tingkat salinitas perairan. Perbedaan salinitas (tekanan osmotik) lingkungan dengan tubuh ikan menyebabkan ikan harus melakukan pengaturan tekanan osmotik agar tetap dalam kondisi stabil sehingga proses fisiologisnya tidak terganggu. Pengaturan tekanan osmotik bergantung pada besarnya perbedaan tekanan osmotik antara lingkungan dengan tubuhnya. ada beberapa organ yang terlibat dalam proses pengaturan tekanan osmotik, diantaranya kulit, ginjal, insang dan saluran pencernaan.
Osmoregulasi sangat penting dilakukan oleh organisme akuatik karena untuk menjaga substansi tubuh dan lingkungan, membran sel permeable merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat dan karena perbedaan tekanan osmosis antara cairan tubuh dan lingkungan (Nugroho 2013).
Ikan nila merupakan sumber protein hewani. Konsumsi protein penduduk indonesia termasuk masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Di luar negri, tingkat konsumsi protein sudah tinggi, misalnya Filipina rata-rata 6,5 g/kapita/hari, Thailand 8,04 g, malaysia 13,93 g, dan jepang 70 g/kapita/hari (Rukmana 2012). Mengingat indonesia termasuk negara yang kaya akan sumber, diharapkan dengan mempelajari osmoregulasi dapat meningkatkan produktifitas ikan dengan cara budidaya.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh salinitas terhadap biota akuatik serta mengetahui dosis yang mematikan bagi organisme akuatik.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 6 Maret 2014 sampai 7 Maret 2014, pukul 15.00 WIB di laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum yaitu akuarium, aerator, ember, gayung, timbangan digital, lap/tissue, botol cup. Bahan-bahan yang digunakan yaitu ikan Nila (Orechromis niloticus), ikan Mas (Cyprinus carpio), garam dan air.
Rancangan Percobaan
Rancangan acak faktorial (RAF) adalah  suatu rancangan percobaan mengenai sekumpulan perlakuan yang terdiri atas semua kombinasi yang mungkin dari taraf beberapa faktor (Pratisto 2005). Dalam praktikum ini yaitu rancangan percobaan acak faktorial dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan jenis ikan yang berbeda yaitu ikan nila dan ikan mas. lima perlakuan salinitas tersebut adalah perlakuan kontrol, 7 ppt, 14 ppt, 21 ppt dan 28 ppt. Pengamatan dilakukan pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 15.00 WIB.      
Prosedur Kerja
Lima buah akuarium disiapkan sebagai uji coba. Akuarium satu untuk kontrol, akuarium 2, 3 dan 4 untuk perlakuan salinitas berbeda. Perlakuan salinitas digunakan dosis garam 7 ppt, 14 ppt, 21 ppt dan 28 ppt. Masing-masing akuarium diisi air 10 liter dan dilabeli dengan berbagai tingkat dosis yang berbeda. Aerator disiapkan pada masing-masing akuarium. Garam dimasukkan ke dalam akuarium. Tiga ekor ikan dimasukkan pada masing-masing akuarium namun ikan tersebut ditimbang terlebih dahulu. Setiap 10 menit selama 1 jam ikan yang mati dan tingkah laku ikan dicatat. Pengamatan dilakukan pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 15.00 WIB Pada akhir praktikum masing-masing ikan dalam akuarium ditimbang bobot akhirnya.  
Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
Model observasi:
Yijk= µ+τi+ᵦj+ (αᵦ)ijijk
Dimana i = 1,2,3.....
j = 1,2,3...
k = 1,2,3..
Keterangan :
Yijk= nilai pengurutan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf i di faktor a dan taraf j difaktor b)
µ = rataan umum populasi
τi = pengaruh aditif taraf ke-i di faktor a
j = pengaruh aditif taraf ke-j di faktor b
εijk = galat dari satuan perlakuan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij
(αᵦ)ij = interaksi antara faktor a dan b
Asumsi:
1. εijk  N
2. pengaruh perlakuan τi bersifat tetap
3. komponen µ, τi, ᵦj,  (αᵦ)ij , εijk bersifat aditif
4. ada interaksi antara faktor a dan b
Hipotesis
1.      Untuk faktor a
Ho = salinitas tidak mempengaruhi bobot ikan
H1 = salinitas mempengaruhi bobot ikan atau minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi bobot ikan.
2.      Untuk faktor b
Ho =  jenis ikan tidak mempengaruhi bobot ikan
H1 = jenis ikan mempengaruhi bobot ikan atau minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi bobot ikan.
3.      Interaksi
Ho =  (αᵦ)ij  = 0
H1 = minimal ada satu (αᵦ)ij   ≠ 0

Rumus tingkat kematian


Rumus tingkat hidup

Keterangan :
MR           = Mortalitas (%)
SR            = Sintasan (%)
Nt             = Jumlah ikan akhir
No            = Jumlah ikan awal

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perubahan bobot akibat salinitas yang berbeda dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1  Perubahan bobot (∆W) ikan nila  (Oreochromis niloticus) dan ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perlakuan salinitas
            Jenis ikan

Per-
lakuan
Kontrol
7 ppt
14 ppt
21 ppt
28 ppt

1
0,59
0,64
0,09
1,33
0,14

2
0,19
0,64
1,36
0,86
2,63
Nila
3
2,76
0,46
1,52
0,51
0,74

4
13,72
1,72
10,81
10,43
6,64

5
0,53
0,08
1,46
1,13
2,22

1
0,01
0,98
0,98
1,06
0,98

2
1,25
1,12
1,66
1,65
0,94
Mas
3
0,23
0,07
0,05
0,09
0,05

4
0,30
0,33
1,20
0,98
0,57

5
0,57
0,57
1,23
1,47
1,31
   Berdasarkan hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa ikan nila pada perlakuan kontrol memiliki perubahan bobot terbesar pada ulangan ke-4. Perlakuan salinitas dengan 7 ppt, perlakuan salinitas dengan 14 ppt, perlakuan salinitas dengan 21 ppt dan perlakuan salinitas dengan 28 ppt juga memiliki perubahan bobot terbesar yaitu pada ulangan ke-4.
   Berdasarkan hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa pada perlakuan kontrol ikan mas memiliki perubahan bobot terbesar yaitu 1,25 yang terdapat pada ulangan ke-2, perlakuan 7 ppt ikan mas mengalami perubahan bobot terbesar yaitu 1,12 yang terdapat pada ulangan ke-2, perlakuan 14 ppt ikan mas memiliki perubahan bobot terbesar yaitu 1,66 yang terdapat pada ulangan ke-2, perlakuan 21 ppt ikan mas memiliki perubahan bobot tubuh 1,65 yang terdapat  pada ulangan ke-2 dan perlakuan 28 ppt ikan mas memiliki perubahan bobot terbesar yaitu 1,31 yang terdapat pada ulangan ke-5.
   Grafik hubungan antara nilai perubahan bobot relatif (PBR) dengan salinitas yang berbeda pada ikan Nila dapat dilihat dibawah ini.
   Gambar 1. Grafik hubungan antara nilai PBR dengan salinitas yang berbeda pada ikan nila (Oreochromis niloticus).
   Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa salinitas mempengaruhi perubahan bobot relatif. Salinitas yang tinggi mengakibatkan perubahan bobot relatifnya tinggi.
   Osmoregulasi yaitu proses pengaturan tekanan osmosis. Osmosis yaitu pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi menuju ke cairan yang memiliki kandungan air lebih rendah. Ikan melakukan osmoregulasi karena perubahan keseimbangan jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan terjadinya perubahan aliran air/zat terlarut menuju ke arah yang tidak diharapkan (Isnaini 2010).
   Berdasarkan data yang di dapatkan,  diketahui bahwa ikan nila tidak dapat hidup pada salinitas 28 ppt. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan SR 0% dan MR 100% pada praktikum yang telah dilakukan. Khairuman dan Amri (2003) mengatakan bahwa ikan nila dapat hidup di perairan yang kadar garamnya 29‰. Namun, pada kenyatannya pada salinitas 28 ppt ikan nila tidak dapat bertahan hidup. Di duga, spesies ikan nila yang berbeda memiliki tingkat ketahanan yang berbeda pula terhadap salinitas.
   Ikan mas dapat hidup pada perairan yang mengandung kadar garamm dan salinitas sekitar 25-30% (Bachtiar dan Tim 2012). Meskipun ikan mas dan ikan nila merupakan ikan air tawar namun keduanya memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap salinitas. Salinitas yang berbeda-beda juga mempengaruhi tingkah laku ikan. Semakin tinggi garam dilingkungan maka garam cenderung masuk kedalam tubuh ikan sehingga urinnya menjadi lebih pekat.  Begitupun sebaliknya, jika kadar garam dalam tubuh lebih tinggi, maka ikan cenderung menyerap air sehingga urinnya encer. Tingkah laku ikan pada salinitas yang berbeda dapat dilihat pada tabel 3 (lampiran).
   Kebanyakan hewan invertebrata laut bersifat osmokonfomer, yaitu ditandai dengan adanya konsentrasi osmotik cairan tubuhnya yang sama dengan air laut tempat mereka hidup. Hal ini menunjukkan bahwa mereka dalam keseimbangan osmotik dengan lingkungannya. Akan tetapi, bukan berarti mereka berada dalam keseimbangan ionik. Jadi, antara air laut dan cairan di dalam tubuh hewan terdapat perbedaan komposisi ion, yang akan mengahasilkan gradien konsentrasi (McCormick and Saunders 1987). Oleh karena itu, ikan memiliki peluang untuk memperoleh masukan ion tertentu dari air laut, apabila konsentrasi ion tersebut di laut lebih tinggi daripada di dalam tubuh, maka pemasukan ion tersebut akan membuat cairan tubuh hewan menjadi hiperosmotik dibanding air laut, sehingga air akan masuk dalam tubuh. Dengan cara tersebut hewan osmokonformer dapat memeperoleh masukan berbagai zat yang dibutuhkannya.
   Ikan air tawar memiliki cairan tubuh dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dari lingkungannya. Sehingga, ikan air tawar memiliki 2 masalah utama yaitu kehilangan garam dan pemasukan air yang berlebihan. Untuk mengatasi hal tersebut, ikan air tawar menyerap air dari lingkungannya dan insang secara aktif memasukkan garam dari lingkungan ke tubuh. Ginjal akan memompa keluar kelebihan air sebagai urin.
   Vertebrata dan invertebrata air tawar membatasi pemasukan air dengan cara membentuk permukaan tubuh yang impermeabel terhadap air. Meski demikian, air dan ion tetap dapat bergerak melewati insang yang relatif terbuka. Air yang masuk ke dalam tubuh dikeluarkan dalam bentuk urin. Laju aliran urin pada hewan air tawar jauh lebih tinggi dibanding dengan ikan air laut. Pengeluaran urin juga menyebabkan pengeluaran ion. Oleh karena itu hewan perlu melakukan transpor aktif untuk memasukkan ion ke dalam tubuhnya (Krogh et al. 2008).
            Berdasarkan hasil perhitungan dengan tabel anova two factor with replication dapat diketahui bahwa jenis ikan memiliki pengaruh nyata terhadap perubahan bobot relatif ikan, sedangkan perlakuan salinitas tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan bobot. Antara salinitas dan jenis ikan tidak ada interaksi atau tidak ada hubungan untuk saling mempengaruhi.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa ikan nila dapat bertahan hidup pada salinitas dibawah 28 ppt.

SARAN
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya, praktikum dapat berjalan lancar dan tepat waktu sehingga praktikum dapat bermanfaat. Selain itu diperlukan kerja sama untuk setiap kelompok agar praktikum berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar Yusuf dan Tim Lentera. 2012. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Pekarangan. Jakarta: AgroMedia
Isnaini Wiwi. 2010. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius
Khairuman H dan Amri K. 2003. Budi Daya Ikan Nila. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka

Krogh et al. 2008. Teleost Fish Osmoregulation. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 295: R704–R713
McCormick and Saunders. 1987. Preparatory Physiological Adaptations for Marine Life of Salmonids: Osmoregulation. Growth, and Metabolism. American Fisheries Society Symposium. 1.211-229
Nugroho. 2013. Osmoregulasi [terhubung berkala].http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2013/10/Osmoregulasi-Ikan.pdf (12 maret 2014)
Pratisto Aris. 2005. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan percobaan dengan SPSS 12. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Rukmana Rahmat. 2012. Ikan Nila, Budi Daya dan Prospek Agribisnis. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar