RESPON ORGANISME
AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN
Aquatic Organism Response to Enviroment Variable
Sunarni (C14120075)*
Manajemen
Sumberdaya Perairan
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut
Pertanian Bogor
2014
Abstrak
Ikan merupakan hewan yang
berdarah dingin (poikilotermik) yang hidup di air dan bernapas dengan
insang. Organisme akuatik dalam hal ini ikan, hidup pada lingkungan yang
selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Kondisi lingkungan yang berubah-ubah
akan mempengaruhi kehidupan organisme. Organisme akuatik harus merespon
perubahan lingkungan tersebut agar dapat bertahan hidup. Ada beberapa faktor
lingkungan yang mempengaruhi respon organisme akuatik diantaranya lethal factor, controling fakikator, limiting factor, masking factor,dan directive
factor. Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan respon organisme akuatik
terhadap variabel lingkungan (suhu dan pH) serta mengetahui kisaran toleransi
organisme akuatik terhadap variabel lingkungan tersebut. Metode yang digunakan
yaitu pengamtan langsung dengan metode analisa Rancangan acak lengkap (RAL).
Bobot terendah terdapat pada perlakuan ke-2 yaitu pada suhu 350C,
sedangkan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan pertama/kontrol ulangan ke-4.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada 7 ekor
ikan yang mati. Berdasarkan
hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa suhu memiliki pengaruh terhadap bobot
ikan nila (Oreochromis niloticus) dan
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) yaitu ikan kontrol memiliki SR 100%,
perlakuan suhu 350 C memiliki SR 100%, perlakuan 400 C
memiliki SR 66,7 % sedangkan suhu 450 dan gradual memiliki SR 0%.
Namun berdasarkan hasil ujicoba dengan rancangan acak lengkap dapat disimpulkan
bahwa suhu tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jenis ikan nila (Oreochromis niloticus). Selain itu ikan
nila (Oreochromis niloticus) memiliki
kemampuan mentolelir suhu yang lebih tinggi dari suhu optimum, yaitu dapat
mentolelir suhu 350 C dan
tidak lebih dari suhu tersebut.
Kata kunci : ikan, faktor lingkungan, suhu
Abstract
Fish
are cold-blooded animals (poikilotermik) that live in water and breathe with
gills. Aquatic organisms in this case fish, living in an environment that is
always changing from time to time. Environmental conditions change will affect
living organisms. Aquatic organisms must respond to changes in the environment
in order to survive. There are several environmental factors that affect the
response of aquatic organisms including lethal factor, controlling fakikator,
limit factor, masking factor, and directive factor. This lab aims to identify
and prove the response of aquatic organisms to environmental variables
(temperature and pH) as well as knowing the range of tolerance of aquatic
organisms to the environment variable. The method used is direct Pengamtan
analysis method completely randomized design (CRD). Lowest weights are on the
2nd treatment is at a temperature of 350C, while the highest weight contained
in the first treatment / control replicates 4th. The results showed that there
were 7 dead fish. Based on the observations it can be concluded that the
temperature has an influence on the weight of tilapia (Oreochromis niloticus)
and the effect on survival of tilapia (Oreochromis niloticus) fish which have
control SR 100%, 350 C temperature treatment has a 100% SR, SR treatment of 400
C has 66.7% while the temperature has gradually SR 450 and 0%. However, based
on the results of the trial with completely randomized design can be concluded
that the temperature did not significantly affect the specific gravity of
tilapia (Oreochromis niloticus). Additionally tilapia (Oreochromis niloticus)
has the ability tolerate temperatures higher than the optimum temperature,
which can tolerate temperatures of 350 C and not more than the
temperature.
Keywords: fish, environmental
factors, temperature
PENDAHULUAN
Ikan merupakan hewan yang
berdarah dingin (poikilotermik) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Organisme
akuatik dalam hal ini ikan, hidup pada lingkungan yang selalu berubah-ubah dari
waktu ke waktu. Kondisi lingkungan yang berubah-ubah akan mempengaruhi
kehidupan organisme. Organisme akuatik harus merespon perubahan lingkungan
tersebut agar dapat bertahan hidup.
Ada beberapa faktor lingkungan
yang mempengaruhi respon organisme akuatik diantaranya adalah faktor
lingkungan yang dapat
mematikan organisme tersebut (lethal
faktor), faktor
lingkungan yang mempengaruhi laju metabolisme melalui pengaruhnya pada
aktivitas molekul pada mata rantai metabolism (controling
fakikator),
faktor lingkungan yang mempengaruhi laju metabolisme tetapi melalui pembatasan
penyediaan nutrien atau pembuangan sisa metabolism (limiting factor), faktor lingkungan yang merubah atau mencegah/menghambat
bekerjanya faktor lain
(masking
faktor), faktor lingkungan
yang mengganggu aktivitas suatu organisme
(directive
factor).
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan respon organisme akuatik
terhadap variabel lingkungan (suhu dan pH) serta mengetahui kisaran toleransi
organisme akuatik terhadap variabel lingkungan tersebut.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 20 Februari 2014 di laboratorium fiosologi
hewan air departemen manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam
praktikum yaitu akuarium,aerator, termometer, ember, gayung, timbangan digital,
lap/tissue, botol cup, terminal
listrik, dan heater. Sedangkan
bahan-bahan yang digunakan yaitu ikan, es batu, dan aquades.
Rancangan
Percobaan
Rancangan acak lengkap (RAL) adalah
yang digunakan untuk percobaan yang mempunyai media atau tempat percobaan yang
seragam atau homogen, sehingga RAL banyak digunakan untuk percobaan
laboratorium (Sastrosupadi 2002). Dalam praktikum ini yaitu rancangan percobaan
acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan suhu panas lima
perlakuan tersebut adalah perlakuan kontrol, suhu 350C, 400 C,
450 C dan gradual, sedangkan untuk perlakuan suhu rendah yaitu
perlakuan kontrol, suhu 100 C, 15 0 C dan 200
C. Praktikum ini dilakukan lima kali ulangan.
Prosedur Kerja
Lima buah akuarium disiapkan sebagai
uji coba. Akuarium satu untuk kontrol, akuarium 2, 3 dan 4 untuk perlakuan suhu
berbeda. Perlakuan panas digunakan suhu 350C, 400C, 450C
sedangkan suhu dingin digunakan suhu 200C, 150C, 100C.
Akuarium ke-5 digunakan untuk perlakuan peningkatan dan penurunan suhu secara
gadual. Masing-masing akuarium diisi air 10 liter dengan berbagai tingkat suhu
yang berbeda. Aerator dan termometer disiapkan pada masing-masing akuarium.
Heater disiapkan untuk perlakuan panas dan es batu disiapkan untuk perlakuan
dingin. Tiga ekor ikan dimasukkan pada masing-masing akuarium namun ikan
tersebut ditimbang terlebih dahulu. Suhu dalam akuarium diusahakan agar tetap
stabil. Setiap 10 menit selama 1 jam ikan yang mati dicatat. Pada akhir
praktikum masing-masing ikan dalam akuarium ditimbang bobot akhirnya.
Analisis Data
Analisis
data yang digunakan adalah sebagai berikut:
Model
observasi:
Yij=
µ+τi+εij
Dimana
i = 1,2,3.....
j =
1,2,3...
Keterangan
:
Yij=
pengaruh perlakuan ke-i, ulangan ke i
µ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= galat perlakuan ke-i, ulangan ke j
Asumsi:
1.εy
bebas satu sama lain
2.
εij N
3.
pengaruh perlakuan τi bersifat tetap
4.
µ, τi, εij bersifat aditif
Hipotesis
Ho
= suhu tidak mempengaruhi bobot ikan
H1=
suhu mempengaruhi bobot ikan atau minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi
bobot ikan.
Keterangan :
MR =
Mortalitas (%)
SR =
Sintasan (%)
Nt =
Jumlah ikan akhir
No =
Jumlah ikan awal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 Perubahan bobot (∆W) ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap
perlakuan suhu tinggi
Suhu tinggi
|
P1(g)
|
P2 (g)
|
P3 (g)
|
P4 (g)
|
P5(g)
|
U1
|
0,4
|
0,2
|
0,3
|
0,4
|
7,2
|
U2
|
0,6
|
0,35
|
1,73
|
0,22
|
4,52
|
U 3
|
1,2
|
2
|
3,5
|
0,93
|
0,35
|
U4
|
11,29
|
4,77
|
0,6
|
0,08
|
1,11
|
U 5
|
2,73
|
2,05
|
3,27
|
0,67
|
1
|
Berdasarkan
tabel diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan bobot ikan dari lima perlakuan
yang ada. Perlakuan pertama atau kontrol bobotnya tidak beraturan, perlakuan
kedua yaitu pada suhu 350 C bobotnya juga fluktuatif, begitupun
dengan perlakuan yang lainnya. Bobot terendah terdapat pada perlakuan ke-2
yaitu pada suhu 350C, sedangkan bobot tertinggi terdapat pada
perlakuan pertama/kontrol ulangan ke-4.
Tabel 2 Perubahan bobot (∆W) ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap
perlakuan suhu rendah
Suhu rendah
|
P1 (g)
|
P2 (g)
|
P3 (g)
|
P4 (g)
|
P5(g)
|
U1
|
0,08
|
0,64
|
0,22
|
0,19
|
1,24
|
U2
|
1
|
0,5
|
1
|
0,1
|
3,3
|
U3
|
4,3
|
2,7
|
3,9
|
5,3
|
1,8
|
U4
|
2,13
|
6,38
|
0,5
|
0,77
|
4,64
|
U5
|
0,86
|
9,53
|
2,13
|
0,38
|
2,5
|
Berdasarkan
tabel diatas dapat diketahui bahwa bobot terendah terdapat pada perlakuan
pertama, ulangan pertama yaitu 0,08
gram. Sedangkan
bobot tertinggi terdapat pada perlakuan kedua ulangan ke lima yaitu 9,53 gram.
Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa
ada 7 ekor ikan yang mati pada saat dilakukan
masing-masing perlakuan. Tujuh ekor ikan yang mati itu terdiri dari 1
ekor perlakuan suhu 40oC, 3 ekor perlakuan suhu 45oC dan
3 ekor perlakuan suhu gradual. Pengamatan
menunjukkan bahwa sebelum mati, ikan-ikan tersebut diamati dalam kondisi
diam di dasar dan pingsan, tidak lama kemudian mati. Sementara pada akuarium
kontrol dan perlakuan suhu 35oC semua ikan tetap hidup sampai akhir
pengamatan.
Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan
didapatkan hasil seperti berikut. Jumlah ikan pada akuarium
kontrol dan akuarium perlakuan 2 semua ikan tetap hidup sampai akhir
pengamatan. Namun, tidak begitu pada perlakuan lainnya. Ikan nila pada
perlakuan suhu 40oC mati 1 ekor pada menit ke-30. Ikan pingsan
dan bergerak-gerak cepat kemudian
diam di dasar, mengambang, lalu mati. Pada suhu 45oC, semua ikan
mati pada menit ke-30,
awalnya ikan-ikan tersebut masih bergerak normal, namun kemudian pingsan dan
diam di dasar, hanya sesekali bergerak kemudian mati. Ikan-ikan pada perlakuan
suhu gradual pun awalnya masih bergerak normal pada suhu ruang. Seiring
bertambahnya suhu, aktivitas ikan makin berkurang, dan akhirnya mati pada menit ke-60 karena perubahan suhu yang
mendadak panas.
Berdasarkan data
tersebut makan dapat diketahui bahwa ikan masih dapat bertahan hidup pada suhu
350 C.
Derajat kelangsungan hidup ikan
nila (Oreochromis niloticus) pada
berbagai perlakuan berbeda-beda. Perlakuan kontrol memiliki SR 100%, perlakuan
suhu 350 C memiliki SR 100%, perlakuan 400 C memiliki SR
66,7 % sedangkan suhu 450 dan gradual memiliki SR 0%.
Dari
hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa ikan-ikan yang mati
tersebut berada pada suhu yang tinggi. Djarijah (2000) mengatakan bahwa keadaan
suhu yang optimal untuk ikan adalah 27,20 C sampai 29,10C.
Ikan lebih suka perairan yang memiliki fluktuasi suhu rendah. Suhu yang terlalu
tinggi terlalu rendah dapat menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Temperature yang cocok untuk pertumbuhan ikan adalah berkisar
antara 150 C sampai 300 C dan perbedaan suhu antara siang
dan malam kurang dari 50C. Perubahan suhu yang mendadak berpengaruh
buruk terhadap kehidupan ikan. ikan nila dapat hidup pada suhu yang berkisar
15,50 C-300 C. Pada suhu dibawah tersebut ikan tidak
dapat hidup baik (Cahyono 2000).
Suhu
air mempunyai pengaruh besar terhadap pertukaran zar (metabolisme) dari mahluk
hidup. Disamping itu, suhu juga berpengaruh terhadap pertukaran zat dan
mempunyai pengaruh besar terhadap jumlah oksigen yang larut didalam air
(Susanto 2008). Hal tersebut dapat dibukikan dengan hasil pengamatan yang
menunjukkan bahwa akibat suhu yang tinggi metabolisme ikan menjadi cepat
sehinnga ikan mengeluarkan feses untuk beradaptasi terhadap lingkungannya.
Selain itu, ikan bergerak mendekati aerator untuk mendapatkan oksigen yang
cukup.
Berdasarkan
hasil uji analisa rancangan acak lengkap dengan Anova single factor, menghasilkan
gagal tolak Ho atau terima H1. Sehingga suhu tidak memiliki pengaruh terhadap
bobot ikan. Hal tersebut tidak sesuai dengan pustaka yang mengatakan bahwa suhu
merupakan parameter yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan dan suhu
mempengaruhi metabolisme tubuh ikan (John Cairns et al 1978). Diduga terjadi kesalahan pada saat melakukan penimbangan
bobot ikan ketika diawal maupun di akhir. Ikan yang tidak diberi makan dan
diletakkan pada suhu tinggi, metabolismenya akan berlangsung cepat dan akibat
perubahan suhu tersebut ikan membutuhkan energi untuk menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan
dapat disimpulkan bahwa suhu memiliki pengaruh terhadap bobot ikan nila (Oreochromis niloticus) dan berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis
niloticus) yaitu ikan kontrol memiliki SR 100%, perlakuan suhu 350
C memiliki SR 100%, perlakuan 400 C memiliki SR 66,7 % sedangkan suhu
450 dan gradual memiliki SR 0%. Namun berdasarkan hasil ujicoba
dengan rancangan acak lengkap dapat disimpulkan bahwa suhu tidak berpengaruh nyata
terhadap bobot jenis ikan nila (Oreochromis
niloticus). Selain itu ikan nila (Oreochromis
niloticus) memiliki kemampuan mentolelir suhu yang lebih tinggi dari suhu
optimum, yaitu dapat mentolelir suhu 350
C dan tidak lebih dari suhu tersebut.
SARAN
Diharapkan untuk praktikum
selanjutnya, praktikum dapat berjalan lancar dan tepat waktu sehingga praktikum
dapat beramanfaat. Selain itu diperlukan kerja sama untuk setiap kelompok agar
praktikum berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono Bambang. 2000. Budi Daya Ikan Air Tawar: ikan gurami, ikan
nila, ikan mas. Yogyakarta: Kanisius
Djarijah A. 2000. Budidaya ikan Bawal . Yogyakarta: Kanisius
John Cairns et al. 1978. Effect Of
Temperature on Aquatic Organism Sensitivity to selected Chemical. Virginia Polytechnic Institute
and State University : Department of Biology
and Center for Environmental
Studies
Sastrosupadi Adji. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta: Kanisius
Susanto Heri. 2008. Kolam Ikan, Ragam Pilihan dan Cara Membuat. Depok: Penebar Swadaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar