Selasa, 13 Mei 2014

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN
Aquatic Organism Response to Enviroment Variable

Sunarni (C14120075)*

Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
2014

Abstrak
Ikan merupakan hewan yang berdarah dingin (poikilotermik) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Organisme akuatik dalam hal ini ikan, hidup pada lingkungan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Kondisi lingkungan yang berubah-ubah akan mempengaruhi kehidupan organisme. Organisme akuatik harus merespon perubahan lingkungan tersebut agar dapat bertahan hidup. Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi respon organisme akuatik diantaranya lethal factor, controling fakikator, limiting factor, masking factor,dan directive factor. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan respon organisme akuatik terhadap variabel lingkungan (suhu dan pH) serta mengetahui kisaran toleransi organisme akuatik terhadap variabel lingkungan tersebut. Metode yang digunakan yaitu pengamtan langsung dengan metode analisa Rancangan acak lengkap (RAL). Bobot terendah terdapat pada perlakuan ke-2 yaitu pada suhu 350C, sedangkan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan pertama/kontrol ulangan ke-4. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada 7 ekor ikan yang mati. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa suhu memiliki pengaruh terhadap bobot ikan nila (Oreochromis niloticus) dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) yaitu ikan kontrol memiliki SR 100%, perlakuan suhu 350 C memiliki SR 100%, perlakuan 400 C memiliki SR 66,7 % sedangkan suhu 450 dan gradual memiliki SR 0%. Namun berdasarkan hasil ujicoba dengan rancangan acak lengkap dapat disimpulkan bahwa suhu tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jenis ikan nila (Oreochromis niloticus). Selain itu ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki kemampuan mentolelir suhu yang lebih tinggi dari suhu optimum, yaitu dapat mentolelir suhu 35C dan tidak lebih dari suhu tersebut.

Kata kunci       : ikan, faktor lingkungan, suhu
Abstract

Fish are cold-blooded animals (poikilotermik) that live in water and breathe with gills. Aquatic organisms in this case fish, living in an environment that is always changing from time to time. Environmental conditions change will affect living organisms. Aquatic organisms must respond to changes in the environment in order to survive. There are several environmental factors that affect the response of aquatic organisms including lethal factor, controlling fakikator, limit factor, masking factor, and directive factor. This lab aims to identify and prove the response of aquatic organisms to environmental variables (temperature and pH) as well as knowing the range of tolerance of aquatic organisms to the environment variable. The method used is direct Pengamtan analysis method completely randomized design (CRD). Lowest weights are on the 2nd treatment is at a temperature of 350C, while the highest weight contained in the first treatment / control replicates 4th. The results showed that there were 7 dead fish. Based on the observations it can be concluded that the temperature has an influence on the weight of tilapia (Oreochromis niloticus) and the effect on survival of tilapia (Oreochromis niloticus) fish which have control SR 100%, 350 C temperature treatment has a 100% SR, SR treatment of 400 C has 66.7% while the temperature has gradually SR 450 and 0%. However, based on the results of the trial with completely randomized design can be concluded that the temperature did not significantly affect the specific gravity of tilapia (Oreochromis niloticus). Additionally tilapia (Oreochromis niloticus) has the ability tolerate temperatures higher than the optimum temperature, which can tolerate temperatures of 350 C and not more than the temperature.
Keywords: fish, environmental factors, temperature



PENDAHULUAN
Ikan merupakan hewan yang berdarah dingin (poikilotermik) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Organisme akuatik dalam hal ini ikan, hidup pada lingkungan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Kondisi lingkungan yang berubah-ubah akan mempengaruhi kehidupan organisme. Organisme akuatik harus merespon perubahan lingkungan tersebut agar dapat bertahan hidup.
Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi respon organisme akuatik diantaranya adalah faktor lingkungan yang dapat mematikan organisme tersebut (lethal faktor), faktor lingkungan yang mempengaruhi laju metabolisme melalui pengaruhnya pada aktivitas molekul pada mata rantai metabolism (controling fakikator), faktor lingkungan yang mempengaruhi laju metabolisme tetapi melalui pembatasan penyediaan nutrien atau pembuangan sisa metabolism (limiting factor), faktor lingkungan yang merubah atau mencegah/menghambat bekerjanya faktor lain (masking faktor), faktor lingkungan yang mengganggu aktivitas suatu organisme (directive factor).
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan respon organisme akuatik terhadap variabel lingkungan (suhu dan pH) serta mengetahui kisaran toleransi organisme akuatik terhadap variabel lingkungan tersebut.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 20 Februari 2014 di laboratorium fiosologi hewan air departemen manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum yaitu akuarium,aerator, termometer, ember, gayung, timbangan digital, lap/tissue, botol cup, terminal listrik, dan heater. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan yaitu ikan, es batu, dan aquades.

Rancangan Percobaan

Rancangan acak lengkap (RAL) adalah yang digunakan untuk percobaan yang mempunyai media atau tempat percobaan yang seragam atau homogen, sehingga RAL banyak digunakan untuk percobaan laboratorium (Sastrosupadi 2002). Dalam praktikum ini yaitu rancangan percobaan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan suhu panas lima perlakuan tersebut adalah perlakuan kontrol, suhu 350C, 400 C, 450 C dan gradual, sedangkan untuk perlakuan suhu rendah yaitu perlakuan kontrol, suhu 100 C, 15 0 C dan 200 C. Praktikum ini dilakukan lima kali ulangan.
                                                         
Prosedur Kerja

Lima buah akuarium disiapkan sebagai uji coba. Akuarium satu untuk kontrol, akuarium 2, 3 dan 4 untuk perlakuan suhu berbeda. Perlakuan panas digunakan suhu 350C, 400C, 450C sedangkan suhu dingin digunakan suhu 200C, 150C, 100C. Akuarium ke-5 digunakan untuk perlakuan peningkatan dan penurunan suhu secara gadual. Masing-masing akuarium diisi air 10 liter dengan berbagai tingkat suhu yang berbeda. Aerator dan termometer disiapkan pada masing-masing akuarium. Heater disiapkan untuk perlakuan panas dan es batu disiapkan untuk perlakuan dingin. Tiga ekor ikan dimasukkan pada masing-masing akuarium namun ikan tersebut ditimbang terlebih dahulu. Suhu dalam akuarium diusahakan agar tetap stabil. Setiap 10 menit selama 1 jam ikan yang mati dicatat. Pada akhir praktikum masing-masing ikan dalam akuarium ditimbang bobot akhirnya.

Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
Model observasi:
Yij= µ+τi+εij
Dimana i = 1,2,3.....
j = 1,2,3...
Keterangan :
Yij= pengaruh perlakuan ke-i, ulangan ke i
µ = rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = galat perlakuan ke-i, ulangan ke j
Asumsi:
1.εy bebas satu sama lain
2. εij  N
3. pengaruh perlakuan τi bersifat tetap
4. µ, τi, εij bersifat aditif
Hipotesis
Ho = suhu tidak mempengaruhi bobot ikan
H1= suhu mempengaruhi bobot ikan atau minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi bobot ikan.
 
Keterangan :
MR           = Mortalitas (%)
SR            = Sintasan (%)
Nt             = Jumlah ikan akhir
No            = Jumlah ikan awal

HASIL DAN PEMBAHASAN
   Tabel 1  Perubahan bobot (∆W) ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap perlakuan suhu tinggi

Suhu tinggi
P1(g)
P2 (g)
P3 (g)
P4 (g)
P5(g)
U1
0,4
0,2
0,3
0,4
7,2
U2
0,6
0,35
1,73
0,22
4,52
U 3
1,2
2
3,5
0,93
0,35
U4
11,29
4,77
0,6
0,08
1,11
U 5
2,73
2,05
3,27
0,67
1
   Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan bobot ikan dari lima perlakuan yang ada. Perlakuan pertama atau kontrol bobotnya tidak beraturan, perlakuan kedua yaitu pada suhu 350 C bobotnya juga fluktuatif, begitupun dengan perlakuan yang lainnya. Bobot terendah terdapat pada perlakuan ke-2 yaitu pada suhu 350C, sedangkan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan pertama/kontrol ulangan ke-4.

   Tabel 2  Perubahan bobot (∆W) ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap perlakuan suhu rendah

Suhu rendah
P1 (g)
P2 (g)
P3 (g)
P4 (g)
P5(g)
U1
0,08
0,64
0,22
0,19
1,24
U2
1
0,5
1
0,1
3,3
U3
4,3
2,7
3,9
5,3
1,8
U4
2,13
6,38
0,5
0,77
4,64
U5
0,86
9,53
2,13
0,38
2,5

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa bobot terendah terdapat pada perlakuan pertama, ulangan pertama yaitu 0,08 gram. Sedangkan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan kedua ulangan ke lima yaitu 9,53 gram.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada 7 ekor ikan yang mati pada saat dilakukan masing-masing perlakuan. Tujuh ekor ikan yang mati itu terdiri dari 1 ekor perlakuan suhu 40oC, 3 ekor perlakuan suhu 45oC dan 3 ekor perlakuan suhu gradual. Pengamatan menunjukkan bahwa sebelum mati, ikan-ikan tersebut diamati dalam kondisi diam di dasar dan pingsan, tidak lama kemudian mati. Sementara pada akuarium kontrol dan perlakuan suhu 35oC semua ikan tetap hidup sampai akhir pengamatan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil seperti berikut. Jumlah ikan pada akuarium kontrol dan akuarium perlakuan 2 semua ikan tetap hidup sampai akhir pengamatan. Namun, tidak begitu pada perlakuan lainnya. Ikan nila pada perlakuan suhu 40oC mati 1 ekor pada menit ke-30. Ikan pingsan dan bergerak-gerak cepat kemudian diam di dasar, mengambang, lalu mati. Pada suhu 45oC, semua ikan mati pada menit ke-30, awalnya ikan-ikan tersebut masih bergerak normal, namun kemudian pingsan dan diam di dasar, hanya sesekali bergerak kemudian mati. Ikan-ikan pada perlakuan suhu gradual pun awalnya masih bergerak normal pada suhu ruang. Seiring bertambahnya suhu, aktivitas ikan makin berkurang, dan akhirnya mati pada menit ke-60 karena perubahan suhu yang mendadak panas. Berdasarkan data tersebut makan dapat diketahui bahwa ikan masih dapat bertahan hidup pada suhu 350 C.
Derajat kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai perlakuan berbeda-beda. Perlakuan kontrol memiliki SR 100%, perlakuan suhu 350 C memiliki SR 100%, perlakuan 400 C memiliki SR 66,7 % sedangkan suhu 450 dan gradual memiliki SR 0%.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa ikan-ikan yang mati tersebut berada pada suhu yang tinggi. Djarijah (2000) mengatakan bahwa keadaan suhu yang optimal untuk ikan adalah 27,20 C sampai 29,10C. Ikan lebih suka perairan yang memiliki fluktuasi suhu rendah. Suhu yang terlalu tinggi terlalu rendah dapat menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Temperature yang cocok untuk pertumbuhan ikan adalah berkisar antara 150 C sampai 300 C dan perbedaan suhu antara siang dan malam kurang dari 50C. Perubahan suhu yang mendadak berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan. ikan nila dapat hidup pada suhu yang berkisar 15,50 C-300 C. Pada suhu dibawah tersebut ikan tidak dapat hidup baik (Cahyono 2000).
Suhu air mempunyai pengaruh besar terhadap pertukaran zar (metabolisme) dari mahluk hidup. Disamping itu, suhu juga berpengaruh terhadap pertukaran zat dan mempunyai pengaruh besar terhadap jumlah oksigen yang larut didalam air (Susanto 2008). Hal tersebut dapat dibukikan dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa akibat suhu yang tinggi metabolisme ikan menjadi cepat sehinnga ikan mengeluarkan feses untuk beradaptasi terhadap lingkungannya. Selain itu, ikan bergerak mendekati aerator untuk mendapatkan oksigen yang cukup.
Berdasarkan hasil uji analisa rancangan acak lengkap dengan Anova single  factor, menghasilkan gagal tolak Ho atau terima H1. Sehingga suhu tidak memiliki pengaruh terhadap bobot ikan. Hal tersebut tidak sesuai dengan pustaka yang mengatakan bahwa suhu merupakan parameter yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan dan suhu mempengaruhi metabolisme tubuh ikan (John Cairns et al 1978). Diduga terjadi kesalahan pada saat melakukan penimbangan bobot ikan ketika diawal maupun di akhir. Ikan yang tidak diberi makan dan diletakkan pada suhu tinggi, metabolismenya akan berlangsung cepat dan akibat perubahan suhu tersebut ikan membutuhkan energi untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa suhu memiliki pengaruh terhadap bobot ikan nila (Oreochromis niloticus) dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) yaitu ikan kontrol memiliki SR 100%, perlakuan suhu 350 C memiliki SR 100%, perlakuan 400 C memiliki SR 66,7 % sedangkan suhu 450 dan gradual memiliki SR 0%. Namun berdasarkan hasil ujicoba dengan rancangan acak lengkap dapat disimpulkan bahwa suhu tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jenis ikan nila (Oreochromis niloticus). Selain itu ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki kemampuan mentolelir suhu yang lebih tinggi dari suhu optimum, yaitu dapat mentolelir suhu 35C dan tidak lebih dari suhu tersebut.

SARAN
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya, praktikum dapat berjalan lancar dan tepat waktu sehingga praktikum dapat beramanfaat. Selain itu diperlukan kerja sama untuk setiap kelompok agar praktikum berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono Bambang. 2000. Budi Daya Ikan Air Tawar: ikan gurami, ikan nila, ikan mas. Yogyakarta: Kanisius
Djarijah A. 2000. Budidaya ikan Bawal . Yogyakarta: Kanisius
John Cairns et al. 1978. Effect Of Temperature on Aquatic Organism Sensitivity to selected Chemical. Virginia Polytechnic Institute and State University : Department of Biology and Center for Environmental Studies
Sastrosupadi Adji. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta: Kanisius

Susanto Heri. 2008. Kolam Ikan, Ragam Pilihan dan Cara Membuat. Depok: Penebar Swadaya





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar