RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP
VARIABEL LINGKUNGAN
(DETERJEN DAN KEKERUHAN)
Aquatic
Organism Response to Enviromens Variable
(Detergent and Turbidity)
Sunarni
(C14120075)*
Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan
Institut Pertanian Bogor
2014
Abstrak
Hampir semua perairan sungai di
Indonesia yang melewati daerah pemukiman tercemar deterjen, hal ini karena
masyarakat menggunakan deterjen untuk keperluan sehari-hari. Limbah deterjen
yang masuk ke perairan dari waktu ke waktu semakin meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk. Adanya limbah deterjen yang masuk ke perairan tentu saja mengganggu
organisme akuatik. Tujuan praktikum ini untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh
detergen dan kekeruhan terhadap biota akuatik serta mengetahui dosis yang
mematikan bagi organisme akuatik. Metode yang digunakan yaitu pengamatan
langsung dengan metode analisa Rancangan acak lengkap (RAL). Adanya deterjen
dan air yang keruh mengakibatkan ikan patin (Pangasius hypophtalmus) mengalami perubahan tingkah laku, perubahan
kondisi tubuh, perubahan bobot dan mengurangi tingkat kelangsungan hidupnya. Berdasarkan
hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa deterjen dan kekeruhan mempengaruhi
bobot ikan. Ikan Patin memiliki kadar toleransi yang cukup tinggi dibuktikan
dengan hasil pengamatan. Selain itu dosis yang mematikan bagi organisme akuatik
yaitu deterjen yang memiliki pH lebih dari 9.
Kata kunci : Pencemaran, limbah
deterjen, kekeruhan
Abstract
Almost
all the rivers in Indonesian waters that pass through residential areas
contaminated with detergent , this is because people use detergent for everyday
purposes . Detergent waste that goes into the water from time to time increased
along with population growth . The presence of detergents that enter the waste
water of course disturb aquatic organisms . The purpose of this lab to
determine and prove the effect of detergents and turbidity on aquatic biota and
to know the dose that is lethal to aquatic organisms . The method used is
direct observation by the method of analysis completely randomized design ( CRD
) . The presence of detergent and water is murky result catfish ( Pangasius
hypophtalmus ) undergo changes in behavior , changes in body condition ,
changes in weight and reduce their survival rate . Based on the observations it
can be concluded that the detergent and turbidity affect the weight of fish .
Catfish have a fairly high level of tolerance evidenced by the observations .
Besides the lethal dose for aquatic organisms are detergents that have a pH
greater than 9 .
Keywords: Pollution , waste detergent , turbidity
PENDAHULUAN
Ikan merupakan hewan yang
berdarah dingin (poikilotermik) yang hidup di air dan bernapas dengan
insang. Organisme akuatik dalam hal ini ikan, hidup pada lingkungan yang
selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Kondisi lingkungan yang berubah-ubah
akan mempengaruhi kehidupan organisme. Organisme akuatik harus merespon
perubahan lingkungan tersebut agar dapat bertahan hidup.
Air
limbah rumah tangga merupakan sumber yang banyak ditemukan dilingkungan. Salah
satu komponennya yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan berasal dari
deterjen karena manusia pasti menggunakan deterjen setiap harinya sebagai bahan
pembersih di rumah tangga (Halang 2004).
Deterjen merupakan salah satu zat pembersih seperti
halnya sabun dan air yang memiliki sifat dapat menurunkan tegangan permukaan
sehingga digunakan sebagai bahan pembersih kotoran. Bahan utama detergen yaitu surfaktan. Seiring dengan
laju pertumbuhan penduduk, penggunaan deterjen
sebagai pembersih peralatan industri dan rumah tangga pun semakin meningkat.
Ketika limbah hasil cucian yang mengandung deterjen langsung dibuang ke badan
air, maka muncul buih yang dapat mengganggu mutu air, mengganggu ekosistem yang
ada dalam badan air, serta menimbulkan kerusakan air tanah. (Darmawanti
2002). Lingkungan perairan yang tercemar limbah
deterjen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan
membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut Konsentrasi
deterjen maksimum yang diperbolehkan pada air minum tidak boleh melebihi 0,05
mg/lt sebagai senyawa aktif biru metilen ( MBAS ).
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh detergen dan kekeruhan terhadap
biota akuatik serta mengetahui dosis yang mematikan bagi organisme akuatik.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 27 sampai 28 Februari 2014, pukul 15.00 WIB
di laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam
praktikum yaitu akuarium, aerator, ember, gayung, timbangan digital, lap/tissue, botol cup. Sedangkan bahan-bahan
yang digunakan yaitu ikan patin (Pangasius
hypophtalmus), detergen, lumpur/tanah dan air.
Rancangan Percobaan
Rancangan acak lengkap (RAL) adalah
rancangan yang digunakan untuk percobaan
yang mempunyai media atau tempat percobaan yang seragam atau homogen, sehingga
RAL banyak digunakan untuk percobaan laboratorium (Sastrosupadi 2002). Dalam
praktikum ini yaitu rancangan percobaan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 5
ulangan. Perlakuan deterjen lima perlakuan tersebut adalah perlakuan kontrol,
50 ppt, 100 ppt, 150 ppt dan gradual. Pengamatan dilakukan pukul 08.00 WIB,
12.00 WIB dan 15.00 WIB.
Prosedur Kerja
Lima buah akuarium disiapkan
sebagai uji coba. Akuarium satu untuk kontrol, akuarium 2, 3 dan 4 untuk
perlakuan detergen berbeda. Perlakuan dengan detergen digunakan dosis detergen
50 ppm, 100 ppm, 150 ppm dan gradual. Akuarium ke-5 digunakan untuk perlakuan
peningkatan dosis detergen secara gadual. Masing-masing akuarium diisi air 10
liter dan dilabeli dengan berbagai tingkat dosis yang berbeda. Aerator disiapkan
pada masing-masing akuarium. Detergen dilarutkan terlebih dahulu di botol cup
kemudian dimasukkan ke akuarium. Tiga ekor ikan dimasukkan pada masing-masing
akuarium namun ikan tersebut ditimbang terlebih dahulu. Setiap 10 menit selama
1 jam ikan yang mati dicatat. Pengamatan dilakukan pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan
15.00 WIB Pada akhir praktikum masing-masing ikan dalam akuarium ditimbang
bobot akhirnya.
Analisis Data
Analisis
data yang digunakan adalah sebagai berikut:
Model
observasi:
Yij=
µ+τi+εij
Dimana
i = 1,2,3.....
j =
1,2,3...
Keterangan
:
Yij=
pengaruh perlakuan ke-i, ulangan ke i
µ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= galat perlakuan ke-i, ulangan ke j
Asumsi:
1.εy
bebas satu sama lain
2.
εij N
3.
pengaruh perlakuan τi bersifat tetap
4.
µ, τi, εij bersifat aditif
Hipotesis
Ho
= detergen tidak mempengaruhi bobot ikan
H1
= detergen mempengaruhi bobot ikan atau minimal ada satu perlakuan yang
mempengaruhi bobot ikan.
Keterangan :
MR =
Mortalitas (%)
SR =
Sintasan (%)
Nt =
Jumlah ikan akhir
No =
Jumlah ikan awal
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 Perubahan bobot (∆W) ikan Patin (Pangasius hypophtalmus) terhadap
perlakuan deterjen
De-
terjen
|
P1
|
P2
|
P3
|
P4
|
P5
|
U1
|
1
|
0,3
|
0,87
|
0,15
|
0,5
|
U2
|
1
|
1,29
|
2,39
|
1,13
|
1,31
|
U3
|
4,76
|
3,57
|
3,98
|
2,59
|
3,19
|
U4
|
8,50
|
8,89
|
7,36
|
3,81
|
8,25
|
U5
|
1,07
|
4,07
|
7,90
|
8,53
|
7,49
|
Berdasarkan tabel Perubahan bobot
ikan Patin (Pangasius hypophtalmus) terhadap
perlakuan deterjen diatas dapat diketahui bahwa perubahan bobot ikan terbesar
pada perlakuan kontrol terdapat pada ulangan ke-4 yaitu 8,50 gram dan terkecil
terdapat pada ulangan ke-1 dan ke-2 yaitu 1 gram. Perlakuan dengan dosis 50 ppm
memiliki perubahan bobot terbesar yaitu 8,89 gram pada ulangan ke-4 dan
perubahan terkecil terdapat pada ulangan ke-1 yaitu 0,3 gram. Perlakuan dengan
dosis 100 ppm memiliki perubahan bobot terbesar yang terdapat pada ulangan ke-5
yaitu 7,90 gram dan terkecil terdapat pada ulangan ke-1 yaitu 0,87 gram.
Perlakuan dengan dosis 150 ppm memiliki perubahan bobot terbesar yang terdapat
pada ulangan ke-5 yaitu 8,53 gram dan terkecil terdapat pada ulangan ke-1 yaitu
0,15 gram. Sedangkan perlakuan gradual memiliki perubahan bobot terbesar pada
ulangan ke-4 yaitu 7,49 gram dan terkecil pada ulangan ke-1 yaitu 1,31 gram.
Tabel
2
Perubahan bobot (∆W) ikan Patin (Pangasius
hypophtalmus) terhadap perlakuan kekeruhan.
Ke-
keruhan
|
P1
|
P2
|
P3
|
P4
|
P5
|
U1
|
0,44
|
0,40
|
0,35
|
0,38
|
0,35
|
U2
|
0,64
|
0,17
|
1,96
|
5,47
|
1,71
|
U3
|
1,18
|
1,44
|
1,82
|
0,08
|
2
|
U4
|
0,48
|
0,48
|
0,45
|
0,57
|
0,36
|
U5
|
1,96
|
0,11
|
9,01
|
8,01
|
0,11
|
Berdasarkan tabel perubahan bobot
ikan terhadap perlakuan kekeruhan diatas dapat diketahui bahwa perubahan bobot
ikan terbesar pada perlakuan kontrol terdapat pada ulangan ke-5 yaitu 1,96 gram
dan terkecil terdapat pada ulangan ke-1 yaitu 0,44 gram. Perlakuan dengan dosis
50 ppm memiliki perubahan bobot terbesar yaitu 1,44 gram pada ulangan ke-3 dan
perubahan terkecil terdapat pada ulangan ke-5 yaitu 0,11 gram. Perlakuan dengan
dosis 100 ppm memiliki perubahan bobot terbesar yang terdapat pada ulangan ke-5
yaitu 9,01 gram dan terkecil terdapat pada ulangan ke-1 yaitu 0,35 gram.
Perlakuan dengan dosis 150 ppm memiliki perubahan bobot terbesar yang terdapat
pada ulangan ke-5 yaitu 8,501 gram dan terkecil terdapat pada ulangan ke-3
yaitu 0,08 gram. Sedangkan perlakuan gradual memiliki perubahan bobot terbesar
pada ulangan ke-3 yaitu 2 gram dan terkecil pada ulangan ke-5 yaitu 0,11 gram.
Berdasarkan hasil pengamatan,
ikan patin masih dapat bertahan hidup dalam perlakuan deterjen dengan dosis
yang berbeda-beda, meskipun ada 1 ikan yang mati pada dosis 100 ppm. Hal
tersebut sesuai dengan Khairuman dan Amri (2010) yang mengatakan bahwa ikan patin
merupakan ikan yang toleran terhadap derajat keasaman (pH) air. Ikan patin
dapat bertahan hidup pada perairan dengan kisaran pH lebar, dari perairan yyang
agak asam sampai perairan basa dengan kisaran pH 5-9. Cahyono (2011) mengatakan
bahwa kisaran pH yang cocok untuk budidaya ikan tergantung pada jenis ikan yang
dipelihara. Sebab setiap jenis ikan menghendaki kisaran pH antara 5-8,7. Selain
itu, pH yang sesuai dengan kehidupan patin yaitu 5-6. Meskipun demikian, karena
ikan merupakan organisme yang bersifat poikiloterm maka ikan selalu
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitarnya sehingga tingkah laku ikan
pun berubah dari yang awalnya bergerak aktif menjadi lambat. Tingkah laku ikan
karena penambahan deterjen dapat dilihat pada lampiran (tabel 3).
Perubahan kondisi tubuh akibat
penambahan perlakuan deterjen yaitu mulut, insang dan sirip kaudalnya menjadi
merah atau berdarah. Selain itu, ketika dilakukan pengamatan pada siang hari,
ikan pada perlakuan deterjen 100 ppm ada seekor ikan yang mati dan ketika
dipegang licin. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan mengeluarkan lendir untuk
menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya.
Perubahan
kondisi tubuh ikan dapat dilihat di lampiran (tabel 5).
Berdasarkan hasil pengamatan
dapat diketahui bahwa deterjen memiliki pengaruh terhadap ikan
patin (Pangasius hypophtalmus) yaitu dapat memperlambat pertumbuhan dan membatasi
ruang gerak ikan. Selain itu juga dampak yang ditimbulkan adalah pendarahan
pada organ dalam ikan salah satu nya yaitu bagian insang. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan ketidakmampuan insang dalam mentolerir kandungan
deterjen yang terhisap di insang, sehingga terjadi penggumpalan dan akhirnya
pecah menimbulkan pendarahan. Akibat terganggunya salah satu fungsi organ
tubuh.
Berdasarkan analisis sidik ragam
dengan anova single factor dapat
diketahui bahwa deterjen memiliki
pengaruh yang nyata terhadap bobot ikan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil F
hitung lebih besar dari F tabel yang artinya tolak H0
atau terima H1. Dimana hipotesis H0 yaitu detergen tidak
mempengaruhi bobot ikan sedangkan H1 yaitu detergen mempengaruhi
bobot ikan. Hasil perhitungan dengan sidik ragam dapat dilihat di lampiran
(tabel 6).
Menurut Effendi (2012) Kekeruhan
menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan cahaya yang diserap
dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan
oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan yang terlarut. Kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan
terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme
akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.
Berdasarkan hasil pengamatan yang
telah dilakukan dapat diketahui bahwa kekeruhan mempengaruhi tingkah laku ikan
yaitu dalam pergerakannya. Ikan patin dalam kontrol bergerak aktif, sedangkan
ikan yang diberi perlakuan gerakannya menjadi agak lambat. Di duga, suspensi
yang ada dalam air mengganggu penglihatan ikan sehingga gerakannya tidak aktif.
Berdasarkan hasil analisis dengan
tabel sidik ragam anova single factor dapat
diketahui bahwa kekeruhan tidak memiliki pengaruh nyata terhadap bobot ikan.
hal tersebut dibuktikan dengan hasil F hitung lebih kecil dari F tabel
yang artinya gagal tolak H0 atau terima H0. Dimana
hipotesis H0 yaitu kekeruhan tidak mempengaruhi bobot ikan sedangkan
H1 yaitu kekeruhan mempengaruhi bobot ikan. Hasil perhitungan dengan
sidik ragam dapat dilihat di lampiran (tabel 6).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan
dapat disimpulkan bahwa deterjen dan kekeruhan mempengaruhi bobot ikan. Ikan
Patin memiliki kadar toleransi yang cukup tinggi dibuktikan dengan hasil
pengamatan. Selain itu dosis yang mematikan bagi organisme akuatik yaitu
deterjen yang memiliki pH lebih dari 9.
SARAN
Diharapkan
untuk praktikum selanjutnya, praktikum dapat berjalan lancar dan tepat waktu
sehingga praktikum dapat bermanfaat. Selain itu diperlukan kerja sama untuk
setiap kelompok agar praktikum berjalan dengan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyono
Bambang. 2011. Budi Daya Ikan di Perairan
Umum. Yogyakarta: Kanisius
Darmawanti
A. 2002. Pengaruh Surfaktan Deterjen Linear
Alkylbenzene Sulfonate terhadap Larva Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus Sauvage). Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan, Faultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Effendi
H. 2012. Telaah Kualitas air, bagi
Pengelolaan Daya dan Lingkungan perairan. Yogyakarta: Kanisius
Halang
Bunda. 2004. Toksisitas Air Limbah Deterjen Terhadap ikan Mas (Cyprinus carpio). Bioscientiae. Volume 1, Nomor 1, halaman 39-49.
Khairuman
dan Amri K. 2010. Petunjuk Praktis Budi
Daya Patin di Kolam Terpal. Jakarta : PT. AgroMedia Pustaka
Sastrosupadi
Adji. 2000. Rancangan Percobaan Praktis
Bidang Pertanian. Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar