LAPORAN PRAKTEK
LAPANG PENGOLAHAN IKAN SECARA TRADISIONAL
DENGAN METODE PENGGARAMAN DI MUARA ANGKE,
JAKARTA
Oleh:
SUNARNI
|
C14120075
DAFTAR ISI
Daftar isi ................................................................................................................. i
Pendahuluan .......................................................................................................... 1
Latar
belakang................................................................................................1
Tujuan
............................................................................................................1
Tinjauan pustaka .................................................................................................. 2
Metodologi ............................................................................................................. 6
Waktu dan
tempat...........................................................................................6
Alat dan bahan
...............................................................................................6
Proses
pengolahan..........................................................................................7
Hasil dan pembahasan .......................................................................................... 7
Hasil
wawancara.............................................................................................7
Pembahasan....................................................................................................8
Simpulan dan saran............................................................................................. 16
Kesimpulan...................................................................................................16
Saran
............................................................................................................16
Daftar pustaka......................................................................................................17
Lampiran..............................................................................................................19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal sebagai negara
agraris dan bahari. Wilayah indonesia sebagian besar merupakann lautan sehingga
tumbuh banyak industri perikanan. Sebagian besar hasil perikanan berasal dari penangkapan
. Oleh karena itu, jumlah produksi ikan tidak menentu, tergantung aktifitas
penangkapan.
Seperti yang kita ketahui bahwa tubuh
ikan memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga dapat menjadi media
yang cocok untuk kehidupan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lain, sehingga
ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan
karena dengan kondisi demikian banyak ikan tidak dapat dimanfaatkan dan
terpaksa dibuang, terutama pada saat produksi ikan melimpah.
Pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan
pasca panen yang memegang peranan penting dalam agrobisnis atau agroindustri.
Dengan melakukan usaha pegolahan hasil perikanan, ikan yang bersifat mudah rusak dan membusuk dapat ditingkatkan daya
awet dan mutunya. Pengawetan dilakukan untuk memperpanjang masa simpan ikan
terutama saat musin ikan. Untuk mencegah kerugian yang timbul akibat pembusukan
sehingga hasil perikanan tetap memiliki nilai ekonomis tinggi, maka masyarakat
nelayan harus berupaya untuk mengolah dan mengawetkan ikan sebagai salah satu rantai
industri
perikanan (Mareta dan
Shofia 2011).
Proses pembusukan ikan tidak dapat dihindari tetapi
dapat dihambat. Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan
penggaraman. Melalui penggaraman maka aktivitas mikroba dapat ditekan, karena mikroba
akan tumbuh dengan lambat bila tidak dalam kondisi lingkungannya yang optimal. Ada beberapa cara penggaraman yang telah dikenal oleh
masyarakat, yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan pelumuran garam.
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini yaitu mahasiswa
dapat mengetahui jenis-jenis pengolahan ikan secara tradisional beserta
prosesnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengolahan ikan
merupakan suatu cara untuk mempertahankan agar ikan tetap dalam kondisi baik. ikan yang sudah mati akan cepat mengalami proses
pembusukan. Pencegahan proses pembusukan dapat dilakukan dengan proses pengawetan. Pengawetan ikan
diartikan sebagai setiap usaha untuk mempertahankan mutu ikan selama mungkin
sehingga masih dapat dimanfaatkan dalam keadaan yang baik dan layak. Secara umum,
kerusakan atau pembusukan ikan dan hasil- hasil olahannya
dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Kerusakan-kerusakan biologis yang
disebabkan oleh bakteri, jamur, ragi, dan serangga.
2. Kerusakan-kerusakan enzimatis
yang disebabkan oleh enzim.
3. Kerusakan-kerusakan fisika yang
disebabkan oleh kecerobohan dalam penanganan, misalnya luka-luka memar, patah,
kering, dsb.
4. Kerusakan-kerusakan kimiawi yang
disebabkan oleh adanya reaksi-reaksi kimia, misalnya ketengikan (rancidity)
yang diakibatkan oleh oksidasi lemak, dan denaturasi (perubahan sifat) protein.
Kerusakan yang paling menonjol adalah kerusakan
yang disebabkan oleh enzim dan bakteri, yaitu kerusakan yang mengakibatkan
pembusukan. Untuk mencegah pembusukan akan sangat efektif bila kedua penyebab
utama disingkirkan dari ikan, dibunuh, dan dicegah kedatangan penyebab lain
yang berasal dari luar.
Usaha terbaik yang dapat
dilakukan manusia untuk mempertahankan mutu ikan terhadap pembusukan adalah
sebagai berikut:
1. Mengurangi sebanyak mungkin
jumlah enzim dan bakteri pada tubuh ikan.
2. Membunuh atau sekurang-kurangnya
menghambat kegiatan sisa-sisa enzim dan bakteri.
3. Melindungi ikan terhadap
kontaminasi bakteri dan penyebab kerusakan lain yang datang dari luar
Pengasapan
Pengasapan
merupakan salah satu cara pengolahan ikan dengan suhu tinggi. Shu tinggi dapat
membunuh mikroorganisme pathogen dan non pathogen serta membuat enzim pengurai
menjadi tidak aktif. Ikan yang telah mengalami pengasapan dengan ataupun tanpa
garam mampu bertahan bebrapa hari pada suhu kamar di daerah tropis. Proses
pengasapan sering kali didahului dengan penggaraman dengan tujuan untuk
memperbaiki cita rasa dan tekstur serta memperpanjang daya awet dengan
menurunkan kadar air dalam daging ikan. Selama proses pengasapan daging ikan
akan mengalami perubahan fisik mauun kimia yang berhubungan dengan mutu ikan
asap. Perubahan warna, cita rasa dan bau ikan tergantung pada jenis dan
banyaknya komponen asap yang melekat pada ikan.
Dalam proses
pengasapan yang umum dilakukan, ada dua cara yang biasa dilakukan, yaitu
pengasapan panas dengan pengasapan dingin. Pada pengasapan panas ikan-ikan
diasapi dengan suhu 65-80 0C dan ini merupakan suatu cara
pemanggangan ikan secara perlhan-lahan. Disamping menyerpa panas, ikan akan
menjadi matang. Biasanya ikan yang biasa diasapi dengan pengasapan panas aka
memilki tekstur daging yang lebih lunak serta sedap, tetapi tidak dapat
disimpan lama. Hal ini dikarenakan kadaar air yang ada dalam daging masih cukup
tinggi. Sedangkan dalam pengasapan dingin suhu dalam almaari pengasapan dibuat
antara 30-400C. dan asapa bersifat bakteriostatik sedangkan lamanya
pengasapan bisa sampai beberapa hari atau bahkan bias sampai beberapa minggu.
Ikan
Disiangi
Dicuci
Direndam
(15-20 menit) garam + ½ liter air
Ditiris dan diangin-anginkan (15
menit)
Sampai permukaannya kering
Diikat satu persatu
Digantung dan disusun dalam lemari
pengasapan
Diasap dengan panas (70-800 C,
2-3 jam) atau suhu 20-300 C (4
jam)
Dikeluarkan dari lemari asap
Ikan asap
Gambar 1. Diagram alir pembuatan
ikan asap
Sumber: http://www.warintek.ristek.go.id
Menurut Esti dan Kemal (2000), Ciri-ciri khas ikan asap yang
baik adalah :
a. rupa dan warna: produk harus
licin, mengkilat, dan berwarna coklat emas muda;
b. bau dan rasa: produk memberikan bau atau aroma
yang khas ikan asap (bau asap yang sedap dan merangsang selera);
c. berair
Pemindangan
Usaha
pemindangan ikan merupakan skala usaha yang relative kecil dan
bersifat skala rumah tangga dengan menggunakan alat yang sederhana dan diproses
dengan cara yang sederhana. Prinsip porses pemindangan ikan menurut sofyan
ilyas (1980) adalah merebus ikan dalam larutan garam selama waktu
tertentu di dalam suatu wadah. Kemudian wadah tersebut langsung
digunakan untuk penyimpanan dan pengangkutan pindang ke pasaran. Secara umum
bahan yang digunakan dalam proses pemindangan adalah air dan garam. Air digunakan
untuk mencuci dan merebus ikan, sedangkan garam digunakan untuk pembuatan
larutan perebusan dan untuk mengawetkan ikan dalam bak penampungan. Garam yang
biasa digunakan yaitu garam rakyat berbentuk Kristal kasar atau yang disebut
garam krosok. Proses pengolahan ikan secara sederhana adalah sebagai berikut:
1.
Ikan dicuci dengan air
dalam keadaan utuh tanpa disiangi
2.
Ikan dimasukkan ke
dalam wadah dengan jumlah sekitar3-4 ekor.
3.
Setiap wadah disusun
dengan arah kepala dan ekor secra berselang seling, Jumlahnya sesuai dengan
ukuran ikan.
4.
Wadah yang telah
berisi ikan digarami dan disusun serta diikat menjadi satu dengan rak dari babu
dan dibagian bawah dari tumpukan wadah
diikat dengan tali.
5.
Untuk perebusan
disiapkan bak berisi air yang didihkan dengan garam.
6.
Bahan pindang dicelupkan
dalam air perebusan selama kurang lebih 15 menit sampai tercium bau ikan
matang.
7.
Setelah perebusan
selesai, bangkrak yang berisi pindang diletakkan miring supaya air yang
menempel mengalir dengan tuntas.
8.
Kemudian dilakukan
penirisasn di luar agar ikan pindang kering.
Berikut ini merupakan diagram alir proses pembuatan ikan
asin dengan penggaraman basah
Gambar 2. Diagram alir pembuatan ikan asin
Sumber: http://www.warintek.ristek.go.id
Menurut Esti dan Setiadi (2000), ikan asin yang bermutu baik
adalah jika memenuhi syarat Standar Industri Indonesia (SII), yaitu :
a. Mempunyai bau, rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik
b. Berkadar air paling tinggi 25 %
c. Berkadar garam (NaCl) antara 10 % - 20 %;
d. Tidak mengandung logam, jamur,dan tidak terjadi pemerahan bakteri
dibawah ini merupakan gambar syarat
mutu ikan asin kering yang berstandar SNI.
Gambar
3. Syarat mutu ikan asin
METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada
hari sabtu-minggu tanggal 13-14 desember 2014 di pengolahan hasil perikanan
tradisional (PHPT), Muara Angke, Jakarta Utara.
Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain buku, papan jalan, pulpen dan kamera. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah daftar pertanyaan dan pengolah ikan di muara angke.
Proses Pengolahan
Berikut ini merupakan diagram
alir proses pembuatan ikan asin dengan penggaraman basah.
Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan ikan asin di
muara angke
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Wawancara
Ibu Ratna merupakan salah satu pengolah ikan secara
tradisional di Muara Angke. Cara pengolahan yang beliau gunakan yaitu
penggaraman. Hasil pengolahan dengan penggaraman yaitu produk ikan asin. Ikan tersebut dibeli di tempat pelelangan ikan
muara baru atau di gudang. Ikan layur satu kilo gram dibeli dengan harga Rp.
5000. Ibu yang sudah 15 tahun menggeluti usaha dibidang pengolahan ikan ini dibantu
oleh lima orang karyawan. Karyawan diberi makan tiga kali sehari dan digaji
sekitar 600.000-700.000 per bulan. Dalam satu kali produksi digunakan satu ton
ikan dan dalam satu bak penuh digunakan garam empat karung atau sekitar 100 kg.
Dalam aspek pemasaran dari segi promosi, ibu ratna tidak memerlukan promosi
karena pembeli langsung datang ke tempat. Ikan asin biasanya dikirim ke lampung
dalam kemasan dus. Dalam 1 dus berisi sekitar 2 kg dan dijual seharga 15.000.
dalam sekali pengiriman ada sekitar 200 dus. Berdasarkan penuturan dari ibu
Ratna, proses pembuatan ikan asin yaitu ikan direndam selama satu hari dalam
air asin yang ditambah garam. Selanjutnya ikan diangkat dan dibilas dengan air
tawar dan dijemur selama 2-3 hari atau minimal satu hari, tergantung cuaca
panas atau mendung. Ibu Ratna tinggal di blok D dimana tempat tersebut merupakan
tanah milik pemerintah. Beliau membayar biaya sewa 75 ribu pe bulan atau
sekitar 900.000 per tahun. Ikan yang dijual tidak ada grade nya. Ikan asin memiliki daya awet sampai setengah bulan. Beliau
mengetahui ikan yang bagus untuk diolah ataupun ikan yang tidak layak diolah.
Ikan yang tidak layak diolah atau ikan yang rusak ciri-cirinya yaitu tubuhnya
lecet dan hancur. Menurut beliau ikan yang berasal dari tempat lelang dalam
keadaan masih bagus karena ikan disimpan di coolstorage.
Ketika dalam proses pengeringan ikan terkena hujan atau kehujanan maka ikan
terebut diproses ulang dari awal. Ketika malam tiba ikan yang belum kering dan
masih dalam proses penjemuran ditutup dengan plastik dengan tujuan agar tidak
terkena embun. Ikan asin yang diolah dengan penggaraman basah atau ikan
diproses dengan direbus harganya lebih mahal. Namun metode ini memiliki
kekurangan yaitu prosesnya lama. Peran pemerintah dalam mengecek/mengontrol
proses pengolahan ikan secara tradisional sangat kurang. Dahulu pemerintah
datang untuk mengecek apakah ikan yang diolah mengandung formalin atau tidak
namun sekarang tidak ada kontrol dari pemerintah.
Pembahasan
Proses penggaraman
ikan secara basah dapat menurunkan kadar protein dengan besar penurunan
bergantung pada kadar garam dan lama penggaraman. Adapun keuntungan penggaraman basah adalah
oksidasi lemak dapat dihindari, penetrasi garam seragam merata, dan konsentrasi
larutan garam mudah diatur. Apabila konsentrasi larutan garam menurun maka
dapat ditambahkan lagi garam ke dalam larutan (Rahmani et al 2007).
Ikan biasa diawetkan
menjadi ikan asin dari ikan segar berukuran kecil sampai besar seperti petek,
teri, kembung, manyung (jambal), remang, lemuru, layang dan lain-lain. Namun
ikan asin sering dianggap sebagai makanan masyarakat golongan lemah meskipun
memiliki nilai gizi yang tinggi. Contohnya komposisi kimia ikan asin layang
adalah air (43,85%), protein (28,44%), lemak (4,73%), abu (19,25%),dan garam
(11,72%) (Singgih 2000).
Berikut ini merupakan perbedaan ikan
segar dan ikan yang mulai busuk.
Gambar
5. Perbedaan ikan yang masih segar dan yang sudah busuk
Sumber : Afrianto dan Liviawaty (2011)
Pengolahan ikan
segar menjadi ikan asin melalui proses penggaraman dan pengeringan dapat
merubah kandungan gizi dalam ikan, salah satu kandungan gizinya yang mungkin
berubah adalah asam lemak esensial, karena proses pengeringan melalui pemanasan
dengan sinar matahari langsung dapat mengoksidasi lemak dalam bahan pangan. Sinar matahari
yang langsung, kaya akan sinar ultraviolet. Kecepatan oksidasi lemak yang
dibiarkan di udara dan kena cahaya, sebagian besar ditentukan oleh jumlah sinar
yang sampai ke permukaan bahan.
Prinsip utama
penggaraman adalah pembubuhan garam yang dapat
mereduksi kadar air daging ikan sehingga menghambat kegiatan pembusukan
bakteriologis dan enzimatis.
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), penggaraman
merupakan cara pengawetan ikan yang banyak dilakukan di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Proses ini menggunakan garam sebagai media pengawet, baik
yang berbentuk kristal maupun larutan
Untuk
mendapatkan ikan asin yang bermutu baik harus digunakan garam
murni,
yaitu garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit sekali
mengandung elemen-elemen yang dapat menimbulkan kerusakan (Magnesium
dan
Calsium), seperti yang sering dijumpai pada garam rakyat. Garam merupakan
faktor utama dalam proses penggaraman ikan. Sebagai bahan pengawet dalam proses
penggaraman, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang
dihasilkan.Ikan asin yang diolah dengan menggunakan garam murni memiliki daging
berwarna putih kekuning-kuningan dan lunak. Jika dimasak, rasa asin ini seperti
ikan segar (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Selain tingkat
kemurnian garam yang digunakan, ada beberapa faktor lain
yang
dapat mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan (keberhasilan
penggaraman), yaitu :
- Kadar lemak ikan
Semakin tinggi kadar lemak yang terdapat
dalam tubuh ikan, semakin lambat penetrasi garam ke dalam tubuh ikan.
Berdasarkan kandungan lemak, pakar perikanan telah membagi ikan menjadi tiga
golongan yaitu :
1) ikan
kurus, dengan kandungan lemak kurang dari 0,5%
2) ikan
gemuk, dengan kandungan lemak di atas 2%
3) ikan
sedang, dengan kandungan lemak 0,5-2%
Banyaknya kandungan lemak pada daging
ikan juga perlu diperhatikan, karena garam dapat mendorong mempercepat
terjadinya proses ketengikan pada ikan yang digarami selama proses penggaraman
(Sri 1991).
- Ketebalan daging
Semakin tebal daging ikan, proses
penetrasi garam akan berjalan semakin lambat dan semakin banyak pula jumlah
garam yang dibutuhkan.
- Kesegaran ikan
Pada ikan yang mempunyai tingkat
ksegaran rendah,proses penetrasi garam berlangsung lebih cepat karena ikan
dengan tingkat kesegaran rendah mempunyai tubuh yang relatif
lunak, cairan tubuh tidak terikat dengan kuat dan mudah terisap oleh larutan
garam yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Bila ikan kurang segar, produk
ikan asin yang dihasilkan akan terlalu asin dan kaku.
- Temperatur ikan
Semakin tinggi temperatur tubuh ikan,
semakin cepat pula proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Dan hal ini juga
diikuti oleh perkembangan bakteri yang juga semakin cepat. Oleh karena itu,
sebelum dilakukan proses penggaraman, sebaiknya ikan ditangani terlebih dahulu
dengan baik agar sebagian besar bakteri yang dikandungnya dapat dihilangkan.
- Konsentrasi larutan garam
Semakin tinggi perbedaan konsentrasi
antar garam dengan cairan yang terdapat di dalam tubuh ikan, semakin cepat
proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Selain itu, penetrasi garam akan
menjadi lebih cepat lagi apabila digunakan garam kristal (dryatau kench
salting). Semakin tinggi konsentrasi garam, semakin tinggi daya awetnya tetapi
ikan menjadi terlalu asin sehingga kurang disukai orang
Proses
penggaraman ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1)
Penggaraman kering (dry salting)
Penggaraman kering dapat digunakan baik
untuk ikan yang berukuran besar maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan garam
berbentuk kristal. Ikan yang akan diolah ditaburi garam lalu disusun secara
berlapis –lapis. Setiap lapisan ikan diselingi lapisan garam. Selanjutnya
lapisan garam akan menyerap keluar cairan di dalam tubuh ikan, sehingga kristal
garam berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan.
2)
Penggaraman basah (wet salting)
Proses penggaraman dengan sistem ini
menggunakan larutan garam sebagai media untuk merendam ikan. Larutan garam akan
mengisap cairan tubuh ikan (sehingga konsentrasinya menurun) dan ion-ion garam
akan segera masuk ke dalam tubuh ikan.
3) Kench salting
Penggaraman ikan dengan cara ini hampir
serupa dengan penggaraman kering. Bedanya, metode ini tidak menggunakan bak
kedap air. Ikan hanya ditumpuk dengan menggunakan keranjang. Untuk mencegah
supaya ikan tidak dikerumuni oleh lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan
ditutup dengan lapisan garam. mematikan bakteri. Selain menyerap cairan tubuh ikan, garam juga
menyerap cairan tubuh bakteri sehingga bakteri akan mengalami kekeringan dan
akhirnya mati (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Setelah penggaraman kemudian ikan
dijemur di bawah sinar matahari langsung sampai kering. Proses pengeringan ini
dilakukan untuk membantu menurunkan kadar cairan di dalam tubuh bakteri. Dengan
demikian, aktivitas bakteri yang tahan terhadap garam berkonsentrasi tinggi
dapat dihambat, bahkan bakteri dapat terbunuh (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Dari berbagai proses penggaraman ikan yang dilakukan, terdapat kelamahan
dan kelebihan dari masing-masing proses tersebut. Penggaraman basah mempunyai
keuntungan yaitu lebih cepat ikan menjadi asin dengan hasil yang sama dengan
penggaraman kering. Hal ini disebabkan karena garam yang digunakan sudah dalam
bentuk larutan sehingga penetrasi garam ke dalam jaringan ikan
tidak perlu adanya proses hidrasi. Namun, terdapat juga kelemahan-kelemahan
disebabkan oleh karena berat jenis ikan lebih kecil dari berat jenis larutan garam,
sehingga seringkali terjadi pengapungan ikan-ikan yang digarami. Untuk mengatasinya,
biasanya diberi tekanan pada bagian atas dengan diberi tutup dan di atasnya
diberi pemberat. Di samping itu, mikroba-mikroba lebih mudah tumbuh pada ikan
yang digarami dengan penggaraman basah (Sri 1991).
Bapak Toat merupakan salah satu pengolah limbah yang saya wawancarai. Beliau
tinggal di blok B nomor 19. Limbah yang digunakan yaitu sisa-sisa ikan dari PT
yang dapat berupa kepala ikan, tulang-tulang ikan dan sebagainya. Beliau
membeli limbah ikan tersebut di PT dengan harga Rp. 600 per kilogram dan dijual
seharga 2800 per kilogram. Beliau dibantu oleh tiga orang karyawan. Proses
pengolahan limbah yag dilakukan yaitu limbah direbus selama 6 jam sampai matang
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama tiga hari kemudian
diangkut dan di packing. Limbah yang
sudah di packing selanjutnya di kirim ke surabaya. Dalam sekali kirim dapat
mencapai 7 ton dalam satu truk. Dalam proses perebusan dihasilkan minyak ikan
dimana bahan tersebut dapat digunakan sebagai binder dalam pembuatan pakan
ikan. Minyak ikan tersebut dijual dengan harga Rp. 8000-Rp. 12000 per kilo gram
nya.
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan
memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami
dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk
senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas.
Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang
ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada
produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Wibowo, 1996).
Bapak sukirman merupakan salah satu pengolah hasil ikan dengan metode
pengasapan. Bapak yang sudah 24 tahun berkecimpung dalam usaha pengolahan hasil
ikan ini khusus mengolah jenis ikan pari. Ikan pari tersebut berasal dai tempat
pelelangan dan harga satu kilo gram nya yaitu 14.000 per kilo gram sampai
16.000 per kilo gram. Ikan asap yang diolah pada pagi hari kemudian sore/ malam
harinya di jual ke kebayoran dan sekitar DKI. Proses pengasapan ikan pari yaitu
ikan pari dipotong kecil-kecil kemudian dicuci dan diasepin selama 14 menit.
Ikan pari dijual per potong dengan harga 1200 atau 1500. Dalam satu hari
produksinya bisa mancapai satu sampai satu setengah kuintal. Dalam sekali
produksi ikan asap diperlukan batok dua karung denga harga per karungnya 14.000.
Lain halnya dengan bapak jaenuri yang berwirusaha dalam pengolahan ikan
pengasapan juga. Bapak yang sudah menggeluti usaha pengolahan selama 16 tahun
ini biasa mengolah ikan asap pada waktu sore hari dengan dibantu dua orang
karyawan kemudian pada malam harinya dikirim ke pasar minggu dan sekitar DKI.
Berdasarkan penuturan beliau, ada peran pemerintah dalam hal pengawasan ke higienis an. Hal tersebut dibuktikan
dengan kontrol dari pemerintah dalam waktu satu tahun sekali. Ikan yang biasa
beliau olah yaitu ikan layang dan ikan pari yang dibeli di gudang muara baru.
Ikan layang dibeli dengan harga 17.000 per kilo gram. Ikan asap yang ditaruh di
freezer sehingga daya awetnya dapat
mencapai satu bulan, namun rasanya akan menjadi berbeda. Dalam proses
pengasapan digunakan bahan seperti ikan, garam dan kunyit. Garam yang digunakan
yaitu garam krosok atau garam tambak. Satu karung garam dibeli dengan harga
55.000. dalam pengasapan diperlukan batok 3 karung dengan harga 15.000. menurut
beliau dalam waktu setengah bulan keuntungan bersih yang didapatkan sekitar 5
juta.
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya
akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya
reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara
formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan
ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan
suasan asam dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
Pengasapan
panas adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat
dengan sumber asap. Suhu sekitar 70–100 oC,
lamanya pengasapan 2 – 4 jam. Pengasapan panas
dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 80-90oC.
Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan
bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi
masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu
sebelum disantap. Suhu
pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat
mencegah kebusukan. Proses pengawetan
tersebut juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC
maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika
suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas
pada suhu tinggi (Adawyah 2007).
Pengasapan dingin
(cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan
diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar
40 – 50 oC dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai
dua minggu. Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara
pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33oC
(sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6 minggu.
Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau
protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan
masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu
diolah kembali menjadi produk siap santap (Adawyah 2007).
Bapak M. Zaini marupakan pengolah tulang pari dan cucut. Satu kilogram
dibeli 5 ribu dan dijal satu kio gram 200 ribu. Dalam satu minggu dapat
memproduksi 1 ton. Caranya tulang dicuci kemudian direbus selama 15-20 menit
tergantung ukuran. Kemudian direndam ke dalam air dingin dan diberi pemutih.
Setelah itu dijemur dan di packing. Hydrogen peroksida digunakan
sebagai pemutih dan pengawet dan perantara oksidasi. Hydrogen peroksida yang
bersifat oksiator akan merusak ikatan rangkap pigmen menjadi komponen tidak
berwarna. Tingkat optimim dari penggunaan H2O2 sebagai
pemutih adalah 0,6% yang akan
menghasilkan warna yang lebih putih tanpa menurunkan kualitas nutrisi,
sedangkan sebgai pengawet h202 lebih efektif digunakan pada konsentrasi 0,15 atau
lebih rendah (desrorier 1988 dalam Yahono
2004).
Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan
sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pengasapan.
Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau dengan memanaskan ikan dalam
susana bergaram dalam waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah ini digunakan
sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus digunakan
sebagai kemasan selama transportasi dan pemasaran.
Bapak tasdin mengolah ikan dengan cara pemindangan. Beliau sudah memulai
usaha dari tahun 1988 atau sudah sekitar 26 tahun.
Ikan yang biasa dipindang yaitu ikan tongkol, layang, bandeng
dan salem. Ikan tersebut di beli di Muara Baru dan dijual ke Jakarta. Dalam sehari dapat memproduksi satu sampai satu
setengah ton ikan. Digunakan garam setengah sampai satu ember pada satu drum.
Beliau memiliki 20 karyawan.
Proses penggaraman, pada pengolahan ikan secara tradisional, mengakibatkan
hilangnya protein ikan, yang dapat mencapai 5%, tergantung pada kadar garam dan
lama penggaraman (Opstvedt 1988 dalam
Heruwati 2002). Pemasakan pada 95−100oC dapat mereduksi kecernaan
protein dan
asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah,
dan asam
amino bebas dapat larut dalam air perebus, sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100oC. Pengeringan harus dilakukan pada suhu di
bawah 70oC. Pengasapan juga harus dilakukan pada waktu dan kepekatan
asap serendah mungkin, karena asap mengandung senyawa-senyawa karbonil yang akan bereaksi dengan lisin
dan mereduksi kualitas protein. Bahan baku yang disimpan beku hingga 33 minggu
dapat menyebabkan hilangnya lisin dan tiamin yang tersedia setelah pengasapan
masing-masing 74% dan 90% (Zotos et al 1995 dalam Heruwati 2002).
Selain itu, pemanasan juga menyebabkan
terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang
membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai
kenampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein,
peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan
nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna danketersediaan asam
amino, terutama lisin. Kerusakan fisik terjadi pada ikan kering atau ikan asin
karena serangan serangga.
Bahan baku dan bahan pembantu
(khususnya garam dan air) yang digunakan untuk pengolahan tradisional tidak harus bermutu tinggi
terbentuk karena mereka mengolah tidak berorientasi pada mutu produk akhir. Hal
ini kemungkinan besar disebabkan karena mereka tidak sadar akan dapat
memperoleh insentif lebih tinggi dari mutu produk akhir yang lebih berkualitas.
Para pengolah ikan secara tradisional hendaknya diajarkan untuk
memahami prinsip dasar pengolahan yang benar, dan dibiasakan untuk melakukannya,
sehingga sistem jaminan mutu produk dapat diterapkan. Sistem jaminan mutu
berdasarkan analisis bahaya titik kontrol kritis (HACCP) yang telah menjadi
keharusan untuk produk ekspor ke Amerika, dan selama ini baru diterapkan untuk
produk olahan dari industri besar, bukan tidak mungkin diterapkan pada pengolahan
tradisional.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengolahan tradisional di Muara Angke yaitu penggaraman, pengolahan limbah,
pengasapan, pemindangan dan pengolahan kulit.
Saran
Praktikum selanjutnya sebaiknya juga dilakukan ke tempat pengolahan
hasil perikanan secara modern juga. Selain itu, Para pengolah ikan secara tradisional di Muara Angke hendaknya diajarkan bagaimana dasar pengolahan yang benar, sehingga sistem jaminan mutu
produk dapat diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah R.
2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara
Afrianto E dan Liviawaty E.
1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Yogyakarta: Kanisius
Afrianto E dan Liviawaty E.
2011. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Yogyakarta: Kanisius
Esti dan Sediadi A. 2000. Ikan
Asin Cara Penggaraman Basah (internet). [Diunduh pada 2014 Desember 15 ].
Tersedia pada: http://www.warintek.ristek.go.id
Esti dan Kemal. 2000. Ikan
Asap (internet). [Diunduh pada 2014 Desember 15 ]. Tersedia pada: http://www.warintek.ristek.go.id
Heruwati E. 2002. Pengolahan Ikan Secara
Tradisional: Prospek Dan peluang Pengembangan. Jurnal
litbang pertanian. 21(3): 92-99
Mareta DT dan Shofia NA. 2011. Pengawetan Ikan Bawal Dengan
Pengasapan Dan Pemanggangan. Jurnal Ilmu –ilmu Pertanian. Vol 7. No. 2: Hal 33-47
Rahmani,Yunianta dan Erryana M. Pengaruh Metode Penggaraman Basah Terhadap Karakteristik Produk Ikan Asin Gabus (Ophiocephalus Striatus). Jurnal Teknologi Pertanian, Vol 8. No.3: 142-152
Sri Kanoni. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Ikan. Proyek Peningkatan Perguruan
Tinggi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Singgih W.
2000. Industri Pemindangan Ikan.
Jakarta: Penebar Swadaya
Yahono SB. 2004. Kajian Bebrapa Aspek Pengolahan Ikan
Secara Tradisional Dalam Upaya Peningkatan Mutu Produk Perikanan Di Kabupaten
Jepara. [Tesis].
Magister Manajemen Sumber Daya Pantai. Universitas Diponegoro Semarang.
LAMPIRAN
Tempat
penginapan para praktikan
Proses
perendaman ikan dalam air/larutan garam
Penirisan ikan
Garam yang
digunakan
Penjemuran
ikan
Melihat proses
pemotongan daging ikan pari untuk proses pengasapan
Ikan yang
diasapin
Proses
pemindangan
Tulang-tulang
yang masih segar
Pengeringan
tulang cucut
Limbah
dalam proses perebusan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar