Minggu, 15 Maret 2015

LAPORAN PRAKTEK LAPANG PENGOLAHAN IKAN SECARA TRADISIONAL DENGAN METODE PENGGARAMAN DI MUARA ANGKE, JAKARTA







Oleh:
SUNARNI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
 

C14120075
DAFTAR ISI
Daftar isi ................................................................................................................. i
Pendahuluan .......................................................................................................... 1
Latar belakang................................................................................................1
Tujuan ............................................................................................................1
Tinjauan pustaka .................................................................................................. 2
Metodologi ............................................................................................................. 6
Waktu dan tempat...........................................................................................6
Alat dan bahan ...............................................................................................6
Proses pengolahan..........................................................................................7
Hasil dan pembahasan .......................................................................................... 7
Hasil wawancara.............................................................................................7
Pembahasan....................................................................................................8
Simpulan dan saran............................................................................................. 16
Kesimpulan...................................................................................................16
Saran ............................................................................................................16
Daftar pustaka......................................................................................................17
Lampiran..............................................................................................................19



























PENDAHULUAN


Latar Belakang

Indonesia terkenal sebagai negara agraris dan bahari. Wilayah indonesia sebagian besar merupakann lautan sehingga tumbuh banyak industri perikanan. Sebagian besar hasil perikanan berasal dari penangkapan . Oleh karena itu, jumlah produksi ikan tidak menentu, tergantung aktifitas penangkapan.
Seperti yang kita ketahui bahwa tubuh ikan memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga dapat menjadi media yang cocok untuk kehidupan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lain, sehingga ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan karena dengan kondisi demikian banyak ikan tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa dibuang, terutama pada saat produksi ikan melimpah.
Pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan pasca panen yang memegang peranan penting dalam agrobisnis atau agroindustri. Dengan melakukan usaha pegolahan hasil perikanan, ikan yang bersifat mudah rusak dan membusuk dapat ditingkatkan daya awet dan mutunya. Pengawetan dilakukan untuk memperpanjang masa simpan ikan terutama saat musin ikan. Untuk mencegah kerugian yang timbul akibat pembusukan sehingga hasil perikanan tetap memiliki nilai ekonomis tinggi, maka masyarakat nelayan harus berupaya untuk mengolah dan mengawetkan ikan sebagai salah satu rantai industri perikanan (Mareta dan Shofia 2011).
Proses pembusukan ikan tidak dapat dihindari tetapi dapat dihambat. Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan penggaraman. Melalui penggaraman maka aktivitas mikroba dapat ditekan, karena mikroba akan tumbuh dengan lambat bila tidak dalam kondisi lingkungannya yang optimal. Ada beberapa cara penggaraman yang telah dikenal oleh masyarakat, yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan pelumuran garam.

Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini yaitu mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis pengolahan ikan secara tradisional beserta prosesnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengolahan ikan merupakan suatu cara untuk mempertahankan agar ikan tetap dalam kondisi baik. ikan yang sudah mati akan cepat mengalami proses pembusukan. Pencegahan proses pembusukan dapat dilakukan dengan proses pengawetan. Pengawetan ikan diartikan sebagai setiap usaha untuk mempertahankan mutu ikan selama mungkin sehingga masih dapat dimanfaatkan dalam keadaan yang baik dan layak. Secara umum, kerusakan atau pembusukan ikan dan hasil- hasil olahannya dapat digolongkan sebagai berikut:
1.      Kerusakan-kerusakan biologis yang disebabkan oleh bakteri, jamur, ragi, dan serangga.
2.      Kerusakan-kerusakan enzimatis yang disebabkan oleh enzim.
3.      Kerusakan-kerusakan fisika yang disebabkan oleh kecerobohan dalam penanganan, misalnya luka-luka memar, patah, kering, dsb.
4.      Kerusakan-kerusakan kimiawi yang disebabkan oleh adanya reaksi-reaksi kimia, misalnya ketengikan (rancidity) yang diakibatkan oleh oksidasi lemak, dan denaturasi (perubahan sifat) protein.
Kerusakan yang paling menonjol adalah kerusakan yang disebabkan oleh enzim dan bakteri, yaitu kerusakan yang mengakibatkan pembusukan. Untuk mencegah pembusukan akan sangat efektif bila kedua penyebab utama disingkirkan dari ikan, dibunuh, dan dicegah kedatangan penyebab lain yang berasal dari luar.
Usaha terbaik yang dapat dilakukan manusia untuk mempertahankan mutu ikan terhadap pembusukan adalah sebagai berikut:
1.      Mengurangi sebanyak mungkin jumlah enzim dan bakteri pada tubuh ikan.
2.      Membunuh atau sekurang-kurangnya menghambat kegiatan sisa-sisa enzim dan bakteri.
3.      Melindungi ikan terhadap kontaminasi bakteri dan penyebab kerusakan lain yang datang dari luar


Pengasapan
Pengasapan merupakan salah satu cara pengolahan ikan dengan suhu tinggi. Shu tinggi dapat membunuh mikroorganisme pathogen dan non pathogen serta membuat enzim pengurai menjadi tidak aktif. Ikan yang telah mengalami pengasapan dengan ataupun tanpa garam mampu bertahan bebrapa hari pada suhu kamar di daerah tropis. Proses pengasapan sering kali didahului dengan penggaraman dengan tujuan untuk memperbaiki cita rasa dan tekstur serta memperpanjang daya awet dengan menurunkan kadar air dalam daging ikan. Selama proses pengasapan daging ikan akan mengalami perubahan fisik mauun kimia yang berhubungan dengan mutu ikan asap. Perubahan warna, cita rasa dan bau ikan tergantung pada jenis dan banyaknya komponen asap yang melekat pada ikan.
Dalam proses pengasapan yang umum dilakukan, ada dua cara yang biasa dilakukan, yaitu pengasapan panas dengan pengasapan dingin. Pada pengasapan panas ikan-ikan diasapi dengan suhu 65-80 0C dan ini merupakan suatu cara pemanggangan ikan secara perlhan-lahan. Disamping menyerpa panas, ikan akan menjadi matang. Biasanya ikan yang biasa diasapi dengan pengasapan panas aka memilki tekstur daging yang lebih lunak serta sedap, tetapi tidak dapat disimpan lama. Hal ini dikarenakan kadaar air yang ada dalam daging masih cukup tinggi. Sedangkan dalam pengasapan dingin suhu dalam almaari pengasapan dibuat antara 30-400C. dan asapa bersifat bakteriostatik sedangkan lamanya pengasapan bisa sampai beberapa hari atau bahkan bias sampai beberapa minggu.
Ikan
Disiangi
Dicuci
                           Direndam (15-20 menit) garam + ½ liter air
Ditiris dan diangin-anginkan (15 menit)
Sampai permukaannya kering
Diikat satu persatu
Digantung dan disusun dalam lemari pengasapan
Diasap dengan panas (70-800 C, 2-3 jam) atau suhu 20-300 C (4 jam)
Dikeluarkan dari lemari asap
 


Ikan asap
Gambar 1. Diagram alir pembuatan ikan asap

Menurut Esti dan Kemal (2000), Ciri-ciri khas ikan asap yang baik adalah :
a.       rupa dan warna: produk harus licin, mengkilat, dan berwarna coklat emas muda;
b.       bau dan rasa: produk memberikan bau atau aroma yang khas ikan asap (bau asap yang sedap dan merangsang selera);
c.       berair
Pemindangan
Usaha pemindangan ikan merupakan skala usaha yang relative kecil dan bersifat skala rumah tangga dengan menggunakan alat yang sederhana dan diproses dengan cara yang sederhana. Prinsip porses pemindangan ikan menurut sofyan ilyas (1980) adalah merebus ikan dalam larutan garam selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Kemudian wadah tersebut langsung digunakan untuk penyimpanan dan pengangkutan pindang ke pasaran. Secara umum bahan yang digunakan dalam proses pemindangan adalah air dan garam. Air digunakan untuk mencuci dan merebus ikan, sedangkan garam digunakan untuk pembuatan larutan perebusan dan untuk mengawetkan ikan dalam bak penampungan. Garam yang biasa digunakan yaitu garam rakyat berbentuk Kristal kasar atau yang disebut garam krosok. Proses pengolahan ikan secara sederhana adalah sebagai berikut:
1.      Ikan dicuci dengan air dalam keadaan utuh tanpa disiangi
2.      Ikan dimasukkan ke dalam wadah dengan jumlah sekitar3-4 ekor.
3.      Setiap wadah disusun dengan arah kepala dan ekor secra berselang seling, Jumlahnya sesuai dengan ukuran ikan.  
4.      Wadah yang telah berisi ikan digarami dan disusun serta diikat menjadi satu dengan rak dari babu dan dibagian bawah  dari tumpukan wadah diikat dengan tali.
5.      Untuk perebusan disiapkan bak berisi air yang didihkan dengan garam.
6.      Bahan pindang dicelupkan dalam air perebusan selama kurang lebih 15 menit sampai tercium bau ikan matang.
7.      Setelah perebusan selesai, bangkrak yang berisi pindang diletakkan miring supaya air yang menempel mengalir dengan tuntas.
8.      Kemudian dilakukan penirisasn di luar agar ikan pindang kering.                                                                                                                                                                                    
Berikut ini merupakan diagram alir proses pembuatan ikan asin dengan penggaraman basah 









                                                                                               














Gambar 2. Diagram alir pembuatan ikan asin

Menurut  Esti dan Setiadi (2000), ikan asin yang bermutu baik adalah jika memenuhi syarat Standar Industri Indonesia (SII), yaitu :
a. Mempunyai bau, rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik
b. Berkadar air paling tinggi 25 %
c. Berkadar garam (NaCl) antara 10 % - 20 %;
d. Tidak mengandung logam, jamur,dan tidak terjadi pemerahan bakteri
            dibawah ini merupakan gambar syarat mutu ikan asin kering yang berstandar SNI.
Gambar 3. Syarat mutu ikan asin



METODE


Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari sabtu-minggu tanggal 13-14 desember 2014 di pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT), Muara Angke, Jakarta Utara.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain buku, papan jalan, pulpen dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan adalah daftar pertanyaan dan pengolah ikan di muara angke.

Proses Pengolahan
Berikut ini merupakan diagram alir proses pembuatan ikan asin dengan penggaraman basah.

           







Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan ikan asin di muara angke

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Wawancara


Ibu Ratna merupakan salah satu pengolah ikan secara tradisional di Muara Angke. Cara pengolahan yang beliau gunakan yaitu penggaraman. Hasil pengolahan dengan penggaraman yaitu produk ikan asin. Ikan  tersebut dibeli di tempat pelelangan ikan muara baru atau di gudang. Ikan layur satu kilo gram dibeli dengan harga Rp. 5000. Ibu yang sudah 15 tahun menggeluti usaha dibidang pengolahan ikan ini dibantu oleh lima orang karyawan. Karyawan diberi makan tiga kali sehari dan digaji sekitar 600.000-700.000 per bulan. Dalam satu kali produksi digunakan satu ton ikan dan dalam satu bak penuh digunakan garam empat karung atau sekitar 100 kg. Dalam aspek pemasaran dari segi promosi, ibu ratna tidak memerlukan promosi karena pembeli langsung datang ke tempat. Ikan asin biasanya dikirim ke lampung dalam kemasan dus. Dalam 1 dus berisi sekitar 2 kg dan dijual seharga 15.000. dalam sekali pengiriman ada sekitar 200 dus. Berdasarkan penuturan dari ibu Ratna, proses pembuatan ikan asin yaitu ikan direndam selama satu hari dalam air asin yang ditambah garam. Selanjutnya ikan diangkat dan dibilas dengan air tawar dan dijemur selama 2-3 hari atau minimal satu hari, tergantung cuaca panas atau mendung. Ibu Ratna tinggal di blok D dimana tempat tersebut merupakan tanah milik pemerintah. Beliau membayar biaya sewa 75 ribu pe bulan atau sekitar 900.000 per tahun. Ikan yang dijual tidak ada grade nya. Ikan asin memiliki daya awet sampai setengah bulan. Beliau mengetahui ikan yang bagus untuk diolah ataupun ikan yang tidak layak diolah. Ikan yang tidak layak diolah atau ikan yang rusak ciri-cirinya yaitu tubuhnya lecet dan hancur. Menurut beliau ikan yang berasal dari tempat lelang dalam keadaan masih bagus karena ikan disimpan di coolstorage. Ketika dalam proses pengeringan ikan terkena hujan atau kehujanan maka ikan terebut diproses ulang dari awal. Ketika malam tiba ikan yang belum kering dan masih dalam proses penjemuran ditutup dengan plastik dengan tujuan agar tidak terkena embun. Ikan asin yang diolah dengan penggaraman basah atau ikan diproses dengan direbus harganya lebih mahal. Namun metode ini memiliki kekurangan yaitu prosesnya lama. Peran pemerintah dalam mengecek/mengontrol proses pengolahan ikan secara tradisional sangat kurang. Dahulu pemerintah datang untuk mengecek apakah ikan yang diolah mengandung formalin atau tidak namun sekarang tidak ada kontrol dari pemerintah.

Pembahasan

Proses penggaraman ikan secara basah dapat menurunkan kadar protein dengan besar penurunan bergantung pada kadar garam dan lama penggaraman. Adapun keuntungan penggaraman basah adalah oksidasi lemak dapat dihindari, penetrasi garam seragam merata, dan konsentrasi larutan garam mudah diatur. Apabila konsentrasi larutan garam menurun maka dapat ditambahkan lagi garam ke dalam larutan (Rahmani et al 2007).
Ikan biasa diawetkan menjadi ikan asin dari ikan segar berukuran kecil sampai besar seperti petek, teri, kembung, manyung (jambal), remang, lemuru, layang dan lain-lain. Namun ikan asin sering dianggap sebagai makanan masyarakat golongan lemah meskipun memiliki nilai gizi yang tinggi. Contohnya komposisi kimia ikan asin layang adalah air (43,85%), protein (28,44%), lemak (4,73%), abu (19,25%),dan garam (11,72%) (Singgih 2000). Berikut ini merupakan perbedaan ikan segar dan ikan yang mulai busuk.
Gambar 5. Perbedaan ikan yang masih segar dan yang sudah busuk
Sumber : Afrianto dan Liviawaty (2011)
Pengolahan ikan segar menjadi ikan asin melalui proses penggaraman dan pengeringan dapat merubah kandungan gizi dalam ikan, salah satu kandungan gizinya yang mungkin berubah adalah asam lemak esensial, karena proses pengeringan melalui pemanasan dengan sinar matahari langsung dapat mengoksidasi lemak dalam bahan pangan. Sinar matahari yang langsung, kaya akan sinar ultraviolet. Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara dan kena cahaya, sebagian besar ditentukan oleh jumlah sinar yang sampai ke permukaan bahan.
Prinsip utama penggaraman adalah pembubuhan garam yang dapat  mereduksi kadar air daging ikan sehingga menghambat kegiatan pembusukan bakteriologis dan enzimatis. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), penggaraman merupakan cara pengawetan ikan yang banyak dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Proses ini menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan
Untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik harus digunakan garam
murni, yaitu garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit sekali mengandung elemen-elemen yang dapat menimbulkan kerusakan (Magnesium
dan Calsium), seperti yang sering dijumpai pada garam rakyat. Garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman ikan. Sebagai bahan pengawet dalam proses penggaraman, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan.Ikan asin yang diolah dengan menggunakan garam murni memiliki daging berwarna putih kekuning-kuningan dan lunak. Jika dimasak, rasa asin ini seperti ikan segar (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Selain tingkat kemurnian garam yang digunakan, ada beberapa faktor lain
yang dapat mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan (keberhasilan penggaraman), yaitu :
  1. Kadar lemak ikan
Semakin tinggi kadar lemak yang terdapat dalam tubuh ikan, semakin lambat penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Berdasarkan kandungan lemak, pakar perikanan telah membagi ikan menjadi tiga golongan yaitu :
1) ikan kurus, dengan kandungan lemak kurang dari 0,5%
2) ikan gemuk, dengan kandungan lemak di atas 2%
3) ikan sedang, dengan kandungan lemak 0,5-2%
Banyaknya kandungan lemak pada daging ikan juga perlu diperhatikan, karena garam dapat mendorong mempercepat terjadinya proses ketengikan pada ikan yang digarami selama proses penggaraman (Sri 1991).
  1. Ketebalan daging
Semakin tebal daging ikan, proses penetrasi garam akan berjalan semakin lambat dan semakin banyak pula jumlah garam yang dibutuhkan.
  1. Kesegaran ikan
Pada ikan yang mempunyai tingkat ksegaran rendah,proses penetrasi garam berlangsung lebih cepat karena ikan dengan tingkat kesegaran rendah mempunyai tubuh yang relatif lunak, cairan tubuh tidak terikat dengan kuat dan mudah terisap oleh larutan garam yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Bila ikan kurang segar, produk ikan asin yang dihasilkan akan terlalu asin dan kaku.
  1. Temperatur ikan
Semakin tinggi temperatur tubuh ikan, semakin cepat pula proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Dan hal ini juga diikuti oleh perkembangan bakteri yang juga semakin cepat. Oleh karena itu, sebelum dilakukan proses penggaraman, sebaiknya ikan ditangani terlebih dahulu dengan baik agar sebagian besar bakteri yang dikandungnya dapat dihilangkan.
  1. Konsentrasi larutan garam
Semakin tinggi perbedaan konsentrasi antar garam dengan cairan yang terdapat di dalam tubuh ikan, semakin cepat proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Selain itu, penetrasi garam akan menjadi lebih cepat lagi apabila digunakan garam kristal (dryatau kench salting). Semakin tinggi konsentrasi garam, semakin tinggi daya awetnya tetapi ikan menjadi terlalu asin sehingga kurang disukai orang
Proses penggaraman ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1)      Penggaraman kering (dry salting)
Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran besar maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan garam berbentuk kristal. Ikan yang akan diolah ditaburi garam lalu disusun secara berlapis –lapis. Setiap lapisan ikan diselingi lapisan garam. Selanjutnya lapisan garam akan menyerap keluar cairan di dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan.
2)      Penggaraman basah (wet salting)
Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam sebagai media untuk merendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh ikan (sehingga konsentrasinya menurun) dan ion-ion garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan.
3)      Kench salting
Penggaraman ikan dengan cara ini hampir serupa dengan penggaraman kering. Bedanya, metode ini tidak menggunakan bak kedap air. Ikan hanya ditumpuk dengan menggunakan keranjang. Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni oleh lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam. mematikan bakteri. Selain menyerap cairan tubuh ikan, garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga bakteri akan mengalami kekeringan dan akhirnya mati (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Setelah penggaraman kemudian ikan dijemur di bawah sinar matahari langsung sampai kering. Proses pengeringan ini dilakukan untuk membantu menurunkan kadar cairan di dalam tubuh bakteri. Dengan demikian, aktivitas bakteri yang tahan terhadap garam berkonsentrasi tinggi dapat dihambat, bahkan bakteri dapat terbunuh (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Dari berbagai proses penggaraman ikan yang dilakukan, terdapat kelamahan dan kelebihan dari masing-masing proses tersebut. Penggaraman basah mempunyai keuntungan yaitu lebih cepat ikan menjadi asin dengan hasil yang sama dengan penggaraman kering. Hal ini disebabkan karena garam yang digunakan sudah dalam bentuk larutan sehingga penetrasi garam ke dalam jaringan ikan tidak perlu adanya proses hidrasi. Namun, terdapat juga kelemahan-kelemahan disebabkan oleh karena berat jenis ikan lebih kecil dari berat jenis larutan garam, sehingga seringkali terjadi pengapungan ikan-ikan yang digarami. Untuk mengatasinya, biasanya diberi tekanan pada bagian atas dengan diberi tutup dan di atasnya diberi pemberat. Di samping itu, mikroba-mikroba lebih mudah tumbuh pada ikan yang digarami dengan penggaraman basah (Sri 1991).
Bapak Toat merupakan salah satu pengolah limbah yang saya wawancarai. Beliau tinggal di blok B nomor 19. Limbah yang digunakan yaitu sisa-sisa ikan dari PT yang dapat berupa kepala ikan, tulang-tulang ikan dan sebagainya. Beliau membeli limbah ikan tersebut di PT dengan harga Rp. 600 per kilogram dan dijual seharga 2800 per kilogram. Beliau dibantu oleh tiga orang karyawan. Proses pengolahan limbah yag dilakukan yaitu limbah direbus selama 6 jam sampai matang kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama tiga hari kemudian diangkut dan di packing. Limbah yang sudah di packing selanjutnya di kirim ke surabaya. Dalam sekali kirim dapat mencapai 7 ton dalam satu truk. Dalam proses perebusan dihasilkan minyak ikan dimana bahan tersebut dapat digunakan sebagai binder dalam pembuatan pakan ikan. Minyak ikan tersebut dijual dengan harga Rp. 8000-Rp. 12000 per kilo gram nya.
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Wibowo, 1996). 
Bapak sukirman merupakan salah satu pengolah hasil ikan dengan metode pengasapan. Bapak yang sudah 24 tahun berkecimpung dalam usaha pengolahan hasil ikan ini khusus mengolah jenis ikan pari. Ikan pari tersebut berasal dai tempat pelelangan dan harga satu kilo gram nya yaitu 14.000 per kilo gram sampai 16.000 per kilo gram. Ikan asap yang diolah pada pagi hari kemudian sore/ malam harinya di jual ke kebayoran dan sekitar DKI. Proses pengasapan ikan pari yaitu ikan pari dipotong kecil-kecil kemudian dicuci dan diasepin selama 14 menit. Ikan pari dijual per potong dengan harga 1200 atau 1500. Dalam satu hari produksinya bisa mancapai satu sampai satu setengah kuintal. Dalam sekali produksi ikan asap diperlukan batok dua karung denga harga per karungnya 14.000.
Lain halnya dengan bapak jaenuri yang berwirusaha dalam pengolahan ikan pengasapan juga. Bapak yang sudah menggeluti usaha pengolahan selama 16 tahun ini biasa mengolah ikan asap pada waktu sore hari dengan dibantu dua orang karyawan kemudian pada malam harinya dikirim ke pasar minggu dan sekitar DKI. Berdasarkan penuturan beliau, ada peran pemerintah dalam hal pengawasan ke higienis an. Hal tersebut dibuktikan dengan kontrol dari pemerintah dalam waktu satu tahun sekali. Ikan yang biasa beliau olah yaitu ikan layang dan ikan pari yang dibeli di gudang muara baru. Ikan layang dibeli dengan harga 17.000 per kilo gram. Ikan asap yang ditaruh di freezer sehingga daya awetnya dapat mencapai satu bulan, namun rasanya akan menjadi berbeda. Dalam proses pengasapan digunakan bahan seperti ikan, garam dan kunyit. Garam yang digunakan yaitu garam krosok atau garam tambak. Satu karung garam dibeli dengan harga 55.000. dalam pengasapan diperlukan batok 3 karung dengan harga 15.000. menurut beliau dalam waktu setengah bulan keuntungan bersih yang didapatkan sekitar 5 juta.
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
Pengasapan panas adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap. Suhu sekitar 70–100 oC, lamanya pengasapan 2 – 4 jam. Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap. Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah 2007).
Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 50 oC dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu. Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah kembali menjadi produk siap santap (Adawyah 2007).
Bapak M. Zaini marupakan pengolah tulang pari dan cucut. Satu kilogram dibeli 5 ribu dan dijal satu kio gram 200 ribu. Dalam satu minggu dapat memproduksi 1 ton. Caranya tulang dicuci kemudian direbus selama 15-20 menit tergantung ukuran. Kemudian direndam ke dalam air dingin dan diberi pemutih. Setelah itu dijemur dan di packing. Hydrogen peroksida digunakan sebagai pemutih dan pengawet dan perantara oksidasi. Hydrogen peroksida yang bersifat oksiator akan merusak ikatan rangkap pigmen menjadi komponen tidak berwarna. Tingkat optimim dari penggunaan H2O2 sebagai pemutih  adalah 0,6% yang akan menghasilkan warna yang lebih putih tanpa menurunkan kualitas nutrisi, sedangkan sebgai pengawet h202 lebih efektif digunakan pada konsentrasi 0,15 atau lebih rendah (desrorier 1988 dalam Yahono 2004).
Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pengasapan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau dengan memanaskan ikan dalam susana bergaram dalam waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah ini digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan pemasaran.
Bapak tasdin mengolah ikan dengan cara pemindangan. Beliau sudah memulai usaha dari tahun 1988 atau sudah sekitar 26 tahun. Ikan yang biasa dipindang yaitu ikan tongkol, layang, bandeng dan salem. Ikan tersebut di beli di Muara Baru dan dijual ke Jakarta. Dalam sehari dapat memproduksi satu sampai satu setengah ton ikan. Digunakan garam setengah sampai satu ember pada satu drum. Beliau memiliki 20 karyawan.
Proses penggaraman, pada pengolahan ikan secara tradisional, mengakibatkan hilangnya protein ikan, yang dapat mencapai 5%, tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman (Opstvedt 1988 dalam Heruwati 2002). Pemasakan pada 95−100oC dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas dapat larut dalam air perebus, sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100oC. Pengeringan  harus dilakukan pada suhu di bawah 70oC. Pengasapan juga harus dilakukan pada waktu dan kepekatan asap serendah mungkin, karena asap mengandung senyawa-senyawa karbonil yang akan bereaksi dengan lisin dan mereduksi kualitas protein. Bahan baku yang disimpan beku hingga 33 minggu dapat menyebabkan hilangnya lisin dan tiamin yang tersedia setelah pengasapan masing-masing 74% dan 90% (Zotos et al 1995 dalam Heruwati 2002).
Selain itu, pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna danketersediaan asam amino, terutama lisin. Kerusakan fisik terjadi pada ikan kering atau ikan asin karena serangan serangga.
Bahan baku dan bahan pembantu (khususnya garam dan air) yang digunakan untuk pengolahan tradisional tidak harus bermutu tinggi terbentuk karena mereka mengolah tidak berorientasi pada mutu produk akhir. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena mereka tidak sadar akan dapat memperoleh insentif lebih tinggi dari mutu produk akhir yang lebih berkualitas.
Para pengolah ikan secara tradisional hendaknya diajarkan untuk memahami prinsip dasar pengolahan yang benar, dan dibiasakan untuk melakukannya, sehingga sistem jaminan mutu produk dapat diterapkan. Sistem jaminan mutu berdasarkan analisis bahaya titik kontrol kritis (HACCP) yang telah menjadi keharusan untuk produk ekspor ke Amerika, dan selama ini baru diterapkan untuk produk olahan dari industri besar, bukan tidak mungkin diterapkan pada pengolahan tradisional.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Pengolahan tradisional di Muara Angke yaitu penggaraman, pengolahan limbah, pengasapan, pemindangan dan pengolahan kulit.

Saran

Praktikum selanjutnya sebaiknya juga dilakukan ke tempat pengolahan hasil perikanan secara modern juga. Selain itu, Para pengolah ikan secara tradisional di Muara Angke hendaknya diajarkan bagaimana dasar pengolahan yang benar, sehingga sistem jaminan mutu produk dapat diterapkan.




DAFTAR PUSTAKA

Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara

Afrianto E dan Liviawaty E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Kanisius

Afrianto E dan Liviawaty E. 2011. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Kanisius

Esti dan Sediadi A. 2000. Ikan Asin Cara Penggaraman Basah (internet). [Diunduh pada 2014 Desember 15 ]. Tersedia pada: http://www.warintek.ristek.go.id

Esti dan Kemal. 2000. Ikan Asap (internet). [Diunduh pada 2014 Desember 15 ]. Tersedia pada: http://www.warintek.ristek.go.id

Heruwati E. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek Dan peluang Pengembangan. Jurnal litbang pertanian. 21(3): 92-99

Mareta DT dan Shofia NA. 2011. Pengawetan Ikan Bawal Dengan Pengasapan Dan Pemanggangan. Jurnal Ilmu –ilmu Pertanian. Vol 7. No. 2: Hal 33-47

Rahmani,Yunianta dan Erryana M. Pengaruh Metode Penggaraman Basah Terhadap Karakteristik Produk Ikan Asin Gabus (Ophiocephalus Striatus). Jurnal Teknologi Pertanian, Vol 8. No.3: 142-152

Sri Kanoni. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Ikan. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Singgih W. 2000. Industri Pemindangan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya

Yahono SB. 2004. Kajian Bebrapa Aspek Pengolahan Ikan Secara Tradisional Dalam Upaya Peningkatan Mutu Produk Perikanan Di Kabupaten Jepara. [Tesis]. Magister Manajemen Sumber Daya Pantai. Universitas Diponegoro Semarang.


LAMPIRAN


Tempat penginapan para praktikan

    

Proses perendaman ikan dalam air/larutan garam
Penirisan ikan


Garam yang digunakan

Penjemuran ikan
Melihat proses pemotongan daging ikan pari untuk proses pengasapan
Ikan yang diasapin
Proses pemindangan
Tulang-tulang yang masih segar







Pengeringan tulang cucut











                                         Limbah dalam proses perebusan       












Tidak ada komentar:

Posting Komentar